Ilustrasi
SAMPIT-Sangat luar biasa, dengan anggaran Rp3,5 miliar, sanggup membangun jalan sejauh 24 kilometer dengan ditambah 16 jembatan, siapapun kontraktornya tidak akan sanggup melaksanakan selain TNI yang dikomandoi oleh Dandim 1015 Sampit, Letkol Infantri Enda M Harahap.
Hal ini dilakukan tidak lain adalah untuk kepentingan masyarakat di lima desa yang terisolir di wilayah Kecamatan Mentaya Hulur dan Bukit Santuai, bahkan keberadaan jalan itu juga akan sengat berguna untuk dilintasi warga dari 14 desa lainnya.
“Jalan itu kita Karya Baktikan dengan anggaran Rp. 3.5 miliar dengan pajang jalan 24 kilometer lebar 16 dengan jembatan 16 jembatan, tapi di PU mintanya karena ini jalan provinsi bisa gak dengan anggaran seperti ini 30 meter lebarnya, tetap kami sanggupi. Bayangkan saja, dengan anggaran Rp3,5 miliar, pajang jalan 24 kilometer lebar 30 meter, jembatan 16 pasti kalau kontraktor semuanya akan menolak, itu segi finansial. Namun setelah kami surveiterkendala pada status kawasan HP, disini prosesnya yang lama, sebenarnya saya nekat kerjakan kita kerjakan jika ada perintah dari eksekutif,” ungkap Enda, dalam rapat kerja lintas komisi bersama DPRD Kotim, Selasa (24/5).
Hal yang sangat disayangkan dirinya, di sana ada 5 desa yang terisolir, namun mengetahui kawasan jalan ada yang masuk Hutan Produksi (HP), maka diperkecil menjadi 5hektare, namun adanya kesalahan dari pemerintah kabupaten yang menyerahkan laporan ke provinsi sehingga luasnya jadi 7 hektare. Sehingga permohonan tersebut bukan masuk dalam ranah provinsi, melainkan ke Kementerian Kehutanan.
Sementara itu, Ketua DPRD Kotim, Jhon Krisli juga sempat geram dengan sikap pemerintah daerah yang tidak berani memperjuangkan pembangunan itu, padahal jalan dari kilometer 4 Kuala Kuayan Kecamatan Mentaya Hulu menuju Desa Tumbang Penyahuan sejauh 21 kilometer, sangat dibutuhkan masyarakat.
“Pengaruh adanya jalan itu sebenarnya dilintasi 14 desa, tetapi yang kena desanya ada 5 kita lihat dari segi teknis administrasinya perkebunan sawit saja dengan lebar 30 meter mereka dengan mudah membuka, ini untuk kepentingan rakyat kenapa tidak diperjuangkan. Saya rasa itu pasti ada kebijakan, kecuali kita membuka lahan hutan untuk kepentingan sawit dan pertambangkan, oke lah itu menguntungkan orang lain dan juga pribadi, tapi jalan untuk masyarakat semuannya bisa menikmati,” terang Jhon.
Pinjam pakai kawasan seharusnya diselesaikan oleh pemerintah, apalagi yang berkaitan dengan beberapa ruas jalan yang masuk dalam kawasan hutan benar-benar direncanakan lebih matang dalam proses pinjam pakainya baru masuk direncanakan untuk pembangunan.
“Selama ini terjadi berencana suatu pembangunan tetapi tidak clear and clin dulu kawasan yang akan dibangun, ini kan secara teknis kurang koordinasi antar pihak eksekutif. Contoh jalan dari Tumbang kalang ke Tumbang Gagu itu kawasan HP, mestinya sebelum direncanakan dan masuk dalam RAPBD dan DPA, mestinya diselesikan dulu, dan saya beberapa kali sampaikan ketika mereka membahas RPJMD itu saya sampaikan yang ada tugas teknis menyelesikan itu,” jelas Jhon.
Ditambahkan, Untuk proyek yang sudah masuk dalam lelang dan bahkan sudah dibayar uang mukanya, dalam aturan undang-undang menurut politikus PDI Perjuangan tersebut wajib dihentikan. Namun untuk kebijakan bersama mengingat ada jalan yang memang peruntukannya demi kepentingan masyarakat, bagaimanapun pemerintah daerah bersama DPRD bisa bersama memperjuangkan agar bisa terealisasi.
”Salah satu contoh ruasan jalan yang kena kawasan hutan, tetapi demi pembangunan daerah dan mempercepat dari desa kedesa agar bisa ditembus kita laksanakan, termasuk yang diusulkan Pak Dandim. Unsur niat tidak ada kepentingan pribadi, bisnis dan usaha, selama kepentingan untuk masyarakat tidak masalah, kan yang menikmati masyarakat. Kecuali ada unsur penyalah gunaan anggaran, itu yang menyalahi aturan, jangan sampai nama barangnya disahkan di APBD siap dieksekusi, namun ketika masuk dalam APBD tidak bisa di eksekusi, berarti kurang matang perencanaan dari dinas instansi terkait,” tandasnya. (bro/beritasampit.com)