SAMPIT – Pengelolaan kuburan atau makam yang dikeramatkan di Lampuyang menjadi polemik di masyarakat dan belum tuntas. Para pihak berupaya menghadirkan para saksi atau juru kunci yang dilaksanakan di Kantor Urusan Agama (KUA) kampung Seranggas, Desa Lampuyang, pada Rabu(11/1/2017).
Rapat lanjutan kedua dilaksanakan Senin (30/1/2017) berlangsung di aula kantor Desa Lampuyang, Kecamatan Teluk Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, menghadirkan saksi kunci yakni pengelola kubah tersebut namun hasilnya masih mengambang.
Diketahui permintaan dan kesepakatan MUI dua kecamatan Teluk Sampit dan Mentaya Hilir Selatan, agar kubah itu dibongkar saja.
Dalam rapat itu beberapa pertanyaan yang dilontarkan cukup komplet, mulai pengolahan kubah, sampai pada asal usulnya dibangunnya hingga juriat (garis keturunannya) bahkan tentang bagaimana keberadaan syekh tersebut datang kedesa itu.
Selain itu terkuak pendanaan pembuatan kubah yang biayanya diduga mengumpulkan dana dari masyarakat desa.
Proses dalam rapat masih belum memuaskan semua pihak yang hadir, karena sang guru dengan sapaan akrabnya Edy Janggot atau Guru Anggut yang tinggal di Sampit tak bisa hadir karena kesibukannya. Berdasarkan informasi persoalan diserahkan kepada murid pengelola makam saja.
Persoalan selanjutnya jawaban dari perwakilan murid dari pengelola makam masih mengambang, tak bisa memberikan penjelasan secara komprehensip sehingga tidak menemukan titik temu. Mereka menyebutkan bahwa hanya pengelola dan membuatkan kubah.
Selain itu dalam salah satu jawabannya perwakilan pengelola mengatakan hanya untuk menunjukan baktinya kepada sang datuknya, Syekh Muhammad Ibrahim Abdullah Al Azis.
” Urusan lainnya tidak turut campur, sedang pembuatan sarana kubah bantuan rekannya dari Sampit dan uang kocek sendiri sebagian uang dari celengan dikubah itu,” kata H Salamun pengelola kubah keramat yang tinggal di desa Jaya Karet , Kecamatan Mentaya Hilir Selatan.
Selanjutnya muncul pertanyaan dari Kades Rege Lestari yang diketahui warganya ikut membantu peralatan bangunan kubah tersebut.
Dari penuturan kades Rege, dikatakan bahwa ada warganya bernama Umbi yang meminta sumbangan untuk pembangunan kubah itu kepada pengusaha pembeli buah kelapa.
“Hal itu saya biarkan karena itu dikira untuk keagamaan, seandainya tau untuk keperluan membangun kubah tentu kita cegah. Uang yang di minta untuk itu dikemanakan,” tandas kades Regei Lestari Saprudin kepada pengelola makam keramat.
Sementara, kades Lampuyang, Marbawi sangat menyayangkan kepada ahli waris atau yang mengaku pemilik kubah atau kepada saudara ketua aliran perkumpulan Edy Janggut yang diundang secara tertulis tidak hadir. ” Saya terus terang saja kecewa dengan tidak hadirnya ahli waris yang mengaku memiliki juriatnya kubah itu, kami yang hadir disini pingin penjelasan. ” katanya kecewa.
Ditambahkannya bahwa dalam rapat ada Camat, Kapolsek, Perwakilan Danramil, para Ketua MUI , para kades, alim ulama, tokoh masyarakat, tokoh adat. Senuanya hadir sekaligus ingin berembuk menyelesaikan polemik ini.
” Kami punya wilayah tidak juga dihargai, kalau seperti itu bongkar saja kubahnya pasang dimuka rumahnya kan lebih dekat menjiarahinya,”tandas kades Lempuyang.
Ketua MUI Kecamatan Hilir Selatan, yang mewakili MUI Teluk Sampit, Ustad H Nuris Anwar mengatakan;
“Yang paling penting juriat datunya tadi, mungkin adanya cicitnya, dari pak Salamun tadi katanya datu. Tapi kenapa masyarakat seranggas Desa Lampuyang ini tidak tau? Seolah-olah jawaban pak Salamun ini menyerahlah yang penting dirinya bakti kepada datunya. Jawaban itu mengambang tidak jelas. Semestinya sang guru pa anggut itu datang kesini supaya bisa menjelaskannya,” timpalnya.
Ditegaskan perwakilan MUI, karena tidak menemui titik terang maka dari itu perintah kepala desa Lempuyang untuk membongkar dan memindah makam sudah tepat.
“Bongkar dan pindahkanlah ke tempat rumah gurunya sana, menjiarahinya mudah” ujar Nuris.
Dalam hukum Islam, kata ustad yang juga ketua Masjid Al ikhlas Kelurahan Basirih Hilir ini menjelaskan, “apabila kita ada makam dalam satu tanah atau kebun dan ternyata kebun itu dijual ada hak orang lain dan orang lain tidak meridhokan maka haram berkubur disitu, maka kalau kepala desanya sudah tidak setuju maka wajib dibongkar,”.
Camat Teluk Sampit , Drs Samsurijal usai rapat kepada Berita Sampit menjelaskan bahwa pihaknya berkesimpulan berdasarkan pertanyaan apakah makam itu betul-betul bisa dipertanggung jawabkan, sebagai buktinya apa? Karena diketahui tidak pernah ada sejarahnya, tidak pernah ada penelitiannya secara ilmiah.
“Kami pihak Muspika menyimpulkan akan menyampaikan kepada pihak berwenang di Kabupaten dan menyarankan kubah makam untuk bisa dibongkar saja karena sudah meresahkan masyarakat. Kami minta ijin dulu keatasan di Kabupaten,” tegasnya.
(mar/beritasampit)