Perizinan Tempat Penjualan Minuman Beralkohol Kebablasan, Apa Solusinya ? (Bagian 1)

    Perizinan Tempat Penjualan Minuman Beralkohol Kebablasan, Apa Solusinya ? (Bagian 1)

    Ditulis Oleh : Hanif Syazali***

    BERBICARA tentang minuman beralkohol atau minuman keras (Miras), sudah merupakan hal yang biasa kita dengar dan kita saksikan bersama-sama dalam kehidupan sehari-hari.

    Dimana beragam macam kemudaratan baik dari sisi kesehatan, psikologis, sosiologis, hingga tindak kriminalitas seperti pemerkosaan, pencurian, pembunuhan dan lain-lain, baik bagi peminum miras itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada disekitarnya sebagaimana yang dapat kita amati dari media massa saat ini.

    Ada sebuah pengalaman yang memberikan sebuah kekhawatiran yang besar sekaligus memberikan kita akan rasa was was terhadap bahaya dari dampak penjualan dan peredaran miras.

    Suatu hari ketika saya menjemput keponakan saya yang baru duduk dikelas 2 SD pulang dari sekolahnya sambil jalan dia berkata ingin dibelikan minuman dingin diwarung depan dekat sekolahnya.

    Tetapi alangkah terkejutnya ternyata kios yang ia ceritakan tersebut adalah tempat penjualan miras dan dengan lugunya ia menjawab sepertinya enak sekali apalagi pakai batu es !!!

    Ternyata setelah diperhatikan secara seksama semua tempat penjualan miras di kota yang saya diami yakni Kota Kuala Kapuas, semuanya berdekatan dengan pemukiman warga.

    Tentunya, ini dengan mudah terekspos secara langung masyarakat umum khususnya bagi anak-anak sekolahan, seperti dijalan A.Yani dekat seberang makam pahlawan berdekatan dengan 2 sekolah SDN dan 1 Sekolah Tinggi yakni STIE Kapuas.

    Kemudian juga ada di Jalan Patih Rumbih traffig light simpang empat Jalan Jawa dan Jalan keruing itu dekat dengan MAN Selat kapuas dan MIN serta MTS serta STAI, Jalan Teratai berdekatan dengan 2 sekolahan Dasar negeri, Jalan Jepang dekat dengan SMP kok bisa !!!.

    Waktu penjualannya pun siang dan malam. Mereka yang membeli pun nampak terlihat masih muda-mudi atau masih pelajar. Tanpa menunjukkan KTP apakah ia sudah berusia 21 tahun nampaknya tetap dilayani.

    Sepertinya kartu pengenal identitasnya adalah uang saja. Saya menjadi tertegun dan berpikir sejenak, bagaimana nanti masa depan generasi muda dan masyarakat pada umumnya.

    Terlebih khususnya pada anak-anak setingkat SD, SMP, SMA kelak, yang pada saat ini segala sesuatu selalu dinilai dengan uang ataupun materi (Materilistik Apatisme) dan saat ini mereka sudah dikenalkan miras dilingkungan tempat mereka membentuk karakteristik (lembaga Pendidikan). 

    Pertanyaannya apakah akan terbentuk karakter pribadi yang baik budi pekertinya atau karakteristik pribadi buruk yang nanti hanya bisa merusak diri mereka sendiri atau merugikan bagi orang lain disekitarnya ???

    Jawabannya anda sendiri yang menilai.

    ***Penulis merupakan mantan aktivis mahasiswa yang pernah bergelut di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HmI) sejak tahun 2009 hingga 2013, dan sekarang sebagai salah satu pengurus Pimpinan Majelis Daerah Korps Alumni HmI (KAHMI) Kabupaten Kapuas sebagai Kabid Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat periode 2015 hingga saat ini.

    (Bersambung)