Menikmati Senja Dengan Secangkir Kopi Meratus di Kota Apam, Barabai

Kepala Balai Tiranggang Dadat menanam bibit kopi jenis arabika di kawasan Pegunungan Meratus, Desa Hinas Kiri, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Selasa 18 Januari 2022. Foto Antaranews Kalsel/Bayu Pratama S.

Menikmati senja dengan secangkir kopi kini seakan menjadi budaya bagi remaja di Kota Apam Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalsel dalam beberapa tahun terakhir yang ditandai menjamurnya tempat ngopi di daerah dengan sebutan Bandung Van Borneo tersebut.

Ngopi bareng sambil mengerjakan tugas sekolah maupun kuliah atau untuk sekedar santai bareng bersama teman-teman di kafe seakan menjadi budaya baru generasi muda di kota yang dikenal sejuk tersebut.

Menjamurnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di sektor kedai kopi atau kafe baik tradisional maupun modern di Kalsel dan khususnya di Bumi Murakata ini, menjadi potensi besar biji kopi laris manis untuk dipasarkan.

Potensi pasar yang cukup besar tersebut, ternyata juga kembali menggairahkan sektor perkebunan kopi di Kalimantan Selatan, khususnya di Pegunungan Meratus yang sejak puluhan tahun terakhir terkubur diantara rimbunan pohon Pegunungan Meratus.

Para penggiat kopi, kini kembali menelusuri dan mencari perkebunan kopi peninggalan sejarah Belanda untuk kembali dikembangkan.

Bahkan kini, Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) telah menetapkan budi daya kopi sebagai program unggulan daerah yang akan terus dikembangkan, yang diharapkan ke depan sektor ini akan menjadi tumpuan baru ekonomi daerah.

Pemkab HST kini telah menanam bibit kopi di sejumlah wilayah yang berpotensi khususnya di Pegunungan Meratus.

Pj Sekretaris Daerah (Sekda) Muhammad Yani pada Kamis (3/2) di Barabai mengatakan, kopi sudah menjadi budaya bagi sebagian besar masyarakat terutama anak muda yang ada di HST.

Namun sangat disayangkan, kopi yang ada di kedai-kedai kopi dan yang banyak dikonsumsi masyarakat justru masih didatangkan dari luar daerah Kalsel.

Sejak diluncurkan Kopi Meratus pada Oktober 2021 lalu bertepatan dengan peringatan Hari Kopi Internasional, Pemkab HST komitmen menjadikan wilayah meratus sebagai pusat pengembangan kopi di Kalsel dan menjadikannya kopi sebagai produk yang diunggulkan.

Bentuk dukungan Pemkab HST terhadap pengembangan komoditas kopi lokal di kawasan pegunungan meratus tersebut adalah, melalui diversifikasi tanaman kopi di wilayah Meratus sebanyak 15 ribu batang pohon kopi yang akan diakomodir melalui dana APBD tahun 2022 ini.

Selain itu, sebelumnya juga ada 100 ribu bibit kopi yang ditanam melalui bantuan pihak swasta dan Pemerintah Provinsi Kalsel, yang saat ini dikelola oleh para petani muda.

Kabupaten HST menjadi salah satu Kabupaten yang berpotensi besar untuk menjadi sentra pengembangan kopi di Kalsel, karena hampir semua varietas kopi dapat tumbuh di daerah dataran tinggi tersebut.

Namun demikian, untuk sementara Pemkab fokus mengembangkan empat jenis kopi yang saat yakni Liberika, Excelsa, Robusta dan Arabika dengan masa panen sejak ditanam antara 3-3,5 tahun.

“Varietas unggulan kita adalah Arabica karena dapat tumbuh di dataran tinggi yang ditanam 800 meter dari permukaan laut,” kata Yani.

Seorang pecinta kopi sedang meracik kopi Meratus. Foto ANTARA/M Taufik Rakhman.

Pelatihan
Pemerintah Kabupaten HST tidak main-main untuk mengembangkan industri kopi ini, mulai dari hulu hingga hilir.

Bukan hanya menanam, kini Pemkab juga memberikan pelatihan kepada para petani kopi mulai dari cara menanam, merawat, memetik dan mengolah kopi hingga pemasaran serta memfasilitasi mesin pengolahan.

Tidak tanggung-tanggung, Pemkab juga langsung mendatangkan nara sumber dan pelatih dari Jember, Jawa Timur yang sudah berpengalaman dalam mengelola Balai Kopi, sehingga para petani dapat memanfaatkan ilmu yang didapat nantinya secara maksimal.

Saat ini, sudah ada sekitar 20 hektare kopi di wilayah Kecamatan Hantakan yang siap dipanen, namun yang terpenting dan menjadi perhatian petani dan pemerintah adalah cara memetik kopi tersebut.

Cara memetik atau memanen kopi ini sangat berpengaruh terhadap harga, bahkan tiga sampai empat kali lipat. Kalau biji kopi yang dipanen berupa ceri dipilah yang matangnya saja, maka harga yang sudah kering bisa tembus mencapai Rp20 ribu per kilogram.

Sedangkan jika yang masih bercampur dengan biji kopi yang mentah maka harganya cuma Rp7-8 ribu per kilogram.

“Jika yang matangnya saja dipetik, maka petani dapat panen secara berkala, sedangkan jika dipetik dengan yang masih mentah, maka risikonya, tangkai batang kopi baru berbunga se-tahun kemudian, ini justru sangat merugikan,” kata Sekda.

Ia menjelaskan, kalau kopi sudah berbuah, petani bisa panen empat sampai enam bulan sekali dan pendapatan dalam satu hektar kopi sekali panen, bisa mencapai 2 ton kopi kering.

Bila harga kopi dengan kualitas terbaik mencapai Rp20 ribu per kilogram, maka kalau sekali panen sebanyak 2 ton, omset yang didapat petani bisa mencapai Rp40 juta per empat atau enam bulan.

Lagi pula, kualitas biji Kopi Meratus dari segi ukuran jauh agak lebih besar dan dari segi rasa, kombinasi pahit dan asamnya terpadu dengan nikmat serta dapat memanjakan lidah bagi penikmat kopi.

Demi mengenalkan potensi Kopi Meratus ke pasar yang lebih luas, beberapa bulan ke depan Pemkab HST akan mempromosikan Kopi Meratus yang sudah dikemas ke semua UMKM kedai kopi atau kafe yang ada di Kota Barabai maupun sekitarnya.

Kopi-kopi tersebut, diberikan secara gratis agar mereka dapat meracik dan menyeduh sesuai kemampuan para barista dengan berbagai nama yang berkaitan dengan Borneo atau Meratus, sehingga dapat dinikmati dan dikenal rasanya oleh seluruh lapisan masyarakat.

Terkait dukungan terhadap UMKM para pengusaha kedai kopi, juga akan difasilitasi dari perizinan dan memberikan kemudahan berusaha, termasuk pelatihan-pelatihan terhadap para barista.

“Dinas perdagangan akan menangani pengembangan UMKM sektor usaha kopi ini, baik dari segi produksi, pelatihan, pengolahan dan pemasaran, tentunya merupakan suatu mata rantai yang tidak dipisahkan,” tambah Yani.

Kebun Wisata
Potensi sektor usaha kopi yang cukup besar saat ini, membuat masyarakat dan Pemerintah Kabupaten HST berusaha keras untuk terus menjadikan sebagai magnet baru perekonomian daerah.

Pemkab bersama komunitas kopi daerah, telah membuat konsep pengembangan perkebunan Kopi Meratus dipadukan dengan wisata.

“Tiga tahun kemudian, perkebunan kopi ini dapat menjadi edukasi wisata, masyarakat bisa belajar menanam kopi, memetik kopi yang benar, mengolah kopi hingga menyajikan kopi,” kata Muhammad Yani.

Warga berharap melalui usaha perkebunan kopi, HST bisa menjadi sentra agribisnis komoditas kopi nasional, serta menjadi destinasi edukasi dan wisata berbasis agrowisata komoditas sesuai potensi wilayah.

Bila itu terjadi, dapat dibayangkan indahnya menikmati senja dengan secangkir kopi Meratus diantara rimbunnya pohon perkebunan.

Cita rasa kopi Meratus yang sedikit asam dan manis, tentu menjadi perpaduan rasa yang tidak terlupakan.

Selain berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, tanaman kopi juga memiliki nilai strategis sebagai tanaman konservasi tanah dan air, karena akarnya memiliki sifat yang dapat melindungi dan memegang tanah dari daya erosi.

Sehingga perkebunan tersebut, sangat cocok dengan topografi wilayah pegunungan di Meratus yang mempunyai struktur tanah yang labil dan rawan terjadi longsor kala musim penghujan.

(Antara)