Sisa Hutan di Antang Kalang akan Dipertahankan, Bupati Kotim Ancam Cabut Izin PT BSL

IST / BERITA SAMPIT - Hutan di Desa Tumbang Ramei, Kecamatan Antang Kalang yang masuk dalam izin PT BSL anak perusahaan NT Corp.

SAMPIT  – Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) H. Halikinnor menegaskan akan mempertahankan hutan sekitar 4.000 hektare di Desa Tumbang Ramei, Kecamatan Antang Kalang yang kini masuk dalam izin PT Bintang Sawit Lenggana (BSL) anak perusahaan NT Corp.

Bahkan Kamis 3 November 2022 Bupati menyatakan tengah mengambil ancang-ancang untuk mencabut izin yang sudah diterbitkan untuk perkebunan sawit di Desa Tumbang Ramei itu, meski izin saat ini sudah berproses bahkan selangkah lagi akan jadi Hak Guna Usaha (HGU) PT BSL.

“Di Desa Tumbang Ramei ini masuk dalam izin BSL, Bintang Sakti Lenggana tapi itu saat ini proses kadestral menuju HGU. Saya juga sudah perintahkan tim kalau perlu saya akan cabut izin BSL di Tumbang Ramei,” kata Halikinnor.

Halikinnor menyebutkan lahan ini akan dijadikan sebagai hutan monumental. Apalagi hutan itu merupakan hutan asli yang di mana kayu-kayu yang tubuh sudah termasuk kayu langka dan usia sudah ratusan tahun.

Ia ingin jadikan hutan di Tumbang Ramei ini sebagai hutan monumental dan tetap dipertahankan karena hutan semacam itu tidak ada lagi dan sudah langka di Indonesia.

BACA JUGA:   Liburan di Pantai Ujung Pandaran Diwarnai Perkelahian Sekelompok Pemuda

Ia juga mengakui ada banyak pihak yang berkepentingan dengan hutan di Desa Tumbang Ramei itu, selain mengincar lahan yang sudah berstatus APL tersebut ada juga oknum perusahaan dan pengusaha mengincar kayu didalamnya.

“Karena ini saya terima informasi kepala desa ceritanya mempertahankan lahan itu tapi justru ingin menggarap lahan itu dan dikuasakan kepada salah satu perusahaan kayu. Nggak benar juga. Saya mohon dukungan, banyak orang yang ingin ambil kesempatan karena di situ ada yang sudah mengincar kayunya saya tegas tidak mau kompromi kalau berkaitan dengan urusan lingkungan hidup,” tegasnya

Menurutnya pemerintah daerah akan bersikap mengamankan lahan itu sehingga hutan itu tidak tergarap sampai kapanpun. Apalgi kayu yang tumbuh di situ diameternya ada yang mencapai dua meter.

Selain itu juga Halikinnor menyinggung persoalan lain antara warga Tumbang Kalang dengan PT BUM yang masih dalam anak usaha NT Corps.

Halikinnor menegaskan konflik dengan warga itu imbas dari kebijakan terdahulu yang menerbitkan perizinan di situ. Selain itu juga pihak perusahaan tidak mampu membereskan ganti rugi tanam tumbuh (GRTT) tanah masyarakat yang masuk dalam areal perizinan mereka.

BACA JUGA:   Kapolda Kalteng Ajak Masyarakat Kotim Samakan Pemahaman Pentingnya Rasa Aman dan Nyaman

“Saya sudah bikin surat ke PT BUM tegaskan jangan halangi akses masyarakat untuk mengelola lahannya di dalam HGU tersebut,” tegasnya.

Selain itu juga untuk realisasi plasma dirinya sudah memerintah instansi terkait untuk menyelesaikannya agar yang menikmati plasma itu warga setempat bukan orang lain.

Seperti diketahui, PT BSL merupakan anak perusahaan NT Corps. Mereka mengantongi konsesi sekitar 9.000 hektare. Mereka mendapatkan izin dua tahap, di mana tahap pertama yakni 5.000 hektare.

Namun awal tahun lalu sempat dicabut KLHK namun dikembalikan lagi kepada PT BSL. Sedangkan 4.000 hektare merupakan izin baru yang diterbitkan sekitar akhir tahun 2020 silam.

Izin baru ini mendapatkan penolakan dari masyarakat karena wilayahnya masuk di Desa Tumbang Ramei di dalam areal hutan asli di wilayah desa tersebut.(jmy)