Aturan Keterwakilan Perempuan 30 Persen di Politik Sudah Baik, Tapi Masih Jauh dari Harapan

Diskusi Dialektika Demokrasi di Media Center Parlemen Senayan Jakarta Kamis 3 Agustus 2023. Foto: Beritasampit/Adista Pattisahusiwa.

JAKARTA– Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Hj Himmatul Aliyah mengatakan bahwa kehadiran perempuan dalam dunia politik harus ditunjang dengan aturan yang jelas.

Pasalnya, menurut Aliyah, Indonesia sendiri masih dalam kategori tingkat partisipasi yang rendah tentang keterwakilan perempuan di dunia politik.

Aliyah menyampaikan hal itu dalam diskusi dialektika demokrasi di media center parlemen senayan Jakarta Kamis 3 Agustus 2023.

Dialog itu dihadiri Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati Tangka, Pengamat Politik Perludem Titi Anggraini. Sementara Sekjen Sekjen Kaukus Perlemen Indonesia Luluk Nur Hamidah hadir secara virtual.

Aliyah mengaku di Indonesia keterwakilan perempuan yang skornya di dunia masih terbilang rendah dalam kesetaraan gender.

“Sedangkan di ASEAN untuk skor kita sebut dengan GII memang masih kurang. Oleh karena itu perlu lagi peningkatan pengaturan perempuan untuk masuk kedalam dunia politik, karena memang perempuan yang masuk dunia politik, itu biasanya dari kalangan aktivis, kalangan orang yang istri-istri pejabat ataupun mereka yang mempunyai modal yang cukup kuat,” ungkap Aliyah.

Himmatul melanjutkan, sebenarnya banyak sekali perempuan-perempuan di dunia saat ini memiliki kualitas untuk masuk ke dunia politik. Namun, hal tersebut tidak dibarengi dengan sistem atau aturan yang menyebabkan biaya politik terlalu tinggi, sehingga menjadikan perempuan sulit atau tidak mau untuk masuk ke dunia politik.

BACA JUGA:  Soroti Urgensi Revisi UU Penyiaran, Andina Narang: Pentingnya Lindungi Generasi Muda di Era Digital

“Jadi perempuan-perempuan yang mungkin banyak berkualitas di dunia sana yang mau masuk dunia politik jadi ngeri duluan karena memang dengan sistem yang sekarang memerlukan biaya yang cukup tinggi untuk masuk kedunia politik,” jelas Aliyah.

“Oleh karena itu bagaimana sistem yang dilakukan, munking juga sistem-sistem ini yang nanti dengan perludem atau komisi perempuan atau legislasi sendiri, itu membuat aturan yang memudahkan perempuan yang khususnya berkualitas untuk bisa masuk kedalam dunia politik,” imbuhnya.

Menurut Himma sangat disayangkan apabila SDM perempuan yang tinggi serta diikuti dengan gagasan ide yang baik untuk membangun bangsa tapi tidak dilibatkan. Mestinya negara bisa memberikan akses yang secara khusus kepada perempuan-perempuan yang ingin berjuang di jalur politik.

“Inilah makanya kita perlu menjaring terutama juga dari partai. Partai politik juga harus memberikan kesempatan kepada perempuan untuk bisa menempati posisi-posisi kursi dalam pemilihan yang mungkin, kalau sistem terbuka mungkin ya kita bisa bersaing, tapi misalnya kalau sistem tertutup kan juga mungkin harus menempatkan perempuan dalam posisi yang atas, tentunya perempuan-perempuan yang sudah terseleksi,” papar Himma.

BACA JUGA:  Fraksi Golkar DPR RI: Selamat Harlah ke-27 PKB: Mari Wujudkan Politik yang Produktif dan Patriotik

Menurut Himma, upaya pemerintah Indonesia menginginkan keterwakilan perempuan di parlemen dan di partai sebesar 30 persen sudah baik. Namun pada faktanya masih jauh dari harapan.

“Ternyata meskipun kita sudah 30 persen keterpilihan kita belum mencapai maksimum itu masih sekitar 21 persen implementasinya. Karena Indonesia termasuk negara yang berada di 110 posisinya di antara 193 negara yang masih 21 persen keterwakilan perempuan dalam politik,” pungkas Himmatul Aliyah.

(adista)