SAMPIT – Sekretaris DPRD Kotawaringin Timur, Bima Eka Wardana dinilai tidak paham soal UU Keterbukaan Informasi Publik.
Padahal dalam surat edaran Komisi Informasi Publik Republik Indonesia sangat jelas menyebutkan bahwa DPA bukan bagian yang dirahasiakan.
KIP RI mengeluarkan surat edaran Nomor 1 Tahun 2011 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga serta Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran sebagai informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala oleh badan publik
Praktisi Hukum di Kabupaten Kotawaringin Timur Nurahman Ramadani menyayangkan pernyataan Sekwan tersebut atau sekelas pejabat eselon II yang dianggap pemahamannya dangkal terkait keterbukaan informasi publik.
“Perdalam lagi pemahamannya soal keterbukaan informasi publik,” katanya Selasa 19 September 2023.
Ia menegaskan sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi Publik DIPA atau DPA itu sendiri bukan merupakan dokumen rahasia negara yang dikecualikan untuk diakses publik
Bahkan ada terdapat putusan Mahkamah Agung No. 224K/TUN/2013 yang bisa dijadikan rujukan bahwa DPA itu sendiri bukan informasi rahasia yang dikecualikan.
Jika melihat fungsinya DPA itu sendiri merupakan dokumen pendukung suatu laporan keuangan, apabila dibuka tidak akan mengganggu dan membahayakan kedaulatan, keutuhan, keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Menurut saya jelas bahwa DPA atau SPj bukan merupakan informasi publik yang dikecualikan dan bukan termasuk rahasia negara sebagaimana pernyataan Sekwan DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur. Bahkan DPA pertahunnya harusnya terdapat di Website DPRD agar bisa diakses untuk bisa diketahui secara luas agara masyarakat tau untuk apa saja anggaran tersebut dipergunakan dan bagaimana realisasinya,” tegas pria berlatar belakang advokat ini.
Menurutnya dokumen itu justru untuk bisa diketahui secara luas agar masyarakat tahu untuk apa saja anggaran tersebut dipergunakan dan bagaimana realisasinya.
“Karena uang tersebut adalah uang masyarakat yang dihimpun dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat jadi pengunaannya menjadi hak masyarakat untuk mengetahuinya,” ucap dosen hukum ini.
Suatu kejanggalan kata dia bilamana DPA tersebut terkesan dirahasiakan dan ini tentunya jauh dari prinsip tata pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance and Clean Government) yang bertujuan untuk mencegah tindak pidana korupsi dari aparatur negara dalam mengelola keuangan negara untuk kepentingan rakyat yang juga selama ini terus digaung-gaungkan.
Menurutnya korupsi dan kekuasaan ibarat dua sisi dari satu mata uang. Korupsi selalu mengiringi perjalanan kekuasaan dan sebaliknya kekuasaan merupakan pintu masuk bagi tindak korupsi.
“Inilah hakikat dari pernyataan Lord Acton, guru besar sejarah modern di Universitas Cambridge, Inggris, yang hidup di abad ke-19. Dengan adagium-nya yang terkenal ia menyatakan bahwa power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut),” tegasnya.
Sebelumnya Sekwan Kotim Bima Ekawardhana berpendapat terkait Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) tidak dibagikan kepada pada DPRD karena yang melaksanakan anggaran adalah pihak Setwan selaku pegawai.
Pimpinan dan anggota DPRD boleh mengetahui isinya berapa anggarannya untuk keperluan apa, mereka bisa melihat secara seksama tapi dokumennya dipegang oleh Sekwan.
“Dikhawatirkan barangkali dibawa dan ditinggal dimana dan jatuh ke tangan orang yang salah” ucapnya.
Bima menyampaikan bahwa kondisi kantor yang berpisah ruangannya dan terbuka untuk publik sehingga data itu mudah didapatkan dari staf sehingga data DPA secara detail bisa bocor ke media.
“Padahal DPA itu rahasia negara, dan seharusnya tidak semua hal detail bisa dibuka pada publik,” pungkasnya.
Sementara itu anggota Komisi I lainnya, Hendra Sia menegaskan bahwa DPA itu harus diketahui DPRD karena sesuai fungsinya yaitu pengawasan anggaran. (naco)