Tuntutan Jaksa Dinilai Rendah, Orang Tua Mahasiswa Kedokteran Ungkapkan Kekecewaannya

SAMPIT – Erwin Pakpahan orang tua dari korban perkara kematian mahasiswi kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta, yakni Winda Cristina Pakpahan yang meninggal di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) kecewa lantaran tuntutan jaksa hanya tiga tahun penjara terhadap dua terdakwa Rizki Ayala dan Agustinus.

“Kami sangat kecewa karena tidak sesuai dengan Pasal 204 Ayat (2) KUHP yang ancamannya 20 tahun atau seumur hidup,” ungkap Erwin, Selasa 11 Juni 2024.

Ia menilai tuntutan kepada Rizki 3 tahun dan Agustinus 4 tahun penjara itu sangat rendah dan tidak menunjukkan rasa keadilan dan kemanusian terhadap keluarga korban yang sudah kehilangan putri mereka.

Sebagaimana Pasal 204 Ayat (2) KUHP yang berbunyi kalau ada orang mati lantaran perbuatan itu si tersalah dihukum penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.

Sementara tuntutan JPU jauh dari yang mereka kira, sehingga semakin menyakiti perasaan keluarga pihak korban.

Pihak korban juga kecewa lantaran saat pembacaan tuntutan itu mereka tidak diberitahukan terlebih dahulu, ketika masuk ruang persidangan sudah ketuk palu usai membacakan tuntutan.

BACA JUGA:  Pencarian Korban Tenggelam di DAS Katingan Belum Membuahkan Hasil

“Waktu pembacaan tuntutan kita tidak diinformasikan, kami pihak korban sangat kecewa seakan-akan ditutupi, biasanya sebelum mulai sidang akan dipanggil, namun kali ini tidak ada panggilan, ketika masuk sudah selesai pembacaannya,” ungkapnya.

“Jika hanya tiga tahun bagaimana menuntut efek jera, proses kasus ini hingga sidang saja sudah setengah tahun, maka disaat ini 2,5 tahun, ditambah ada remisi segala macam, belum lagi putusan hakim jika di bawah itu bagaimana,” ungkapnya.

Ia menyampaikan mereka hanya mencari keadilan, semoga hakim bisa transparan dan akuntabel dalam mengambil keputusan nantinya.

“Anak kami adalah mahasiswa berprestasi dari Kotim, yang pernah diundang ke Istana untuk menyanyi sebagai wakil Kotim di sana,” ungkapnya.

Ia juga mempertanyakan alasan bisa tuntutan hanya tiga tahun, pihak jaksa menyampaikan karena si korban sudah dewasa dan bisa berfikir, seharusnya bisa memahami risiko yang dilakukannya.

“Anak saya di framing sebagai peminum, padahal di BAP banyak info yang bisa digali, tidak hanya fokus pada anak saya saja yang menjadi korban di sini,” tegasnya.

BACA JUGA:  Majelis Hakim Vonis Polisi Pembunuh Warga Bangkal 10 Bulan

Jaksa hanya terus menggali dari sisi korban, namun bukan dari sisi terdakwa yang digali.

Padahal seharusnya terdakwa R bisa berkata jujur saat mengantarkan korban ke rumah, atau memgambil tindakan namun tidak ada sama sekali.

“Seharusnya R itu berkata jujur mereka meminum miras racikan sehingga kami mengambil tindakan membawa korban ke RS, namun malah berbohong dengan mengatakan korban meminum wine yang dibeli di mal,” ungkapnya.

Diketahui sebelumnya korban merupakan mahasiswi kedokteran tersebut yang saat itu kebetulan sedang libur dari kuliahnya dan pulang ke rumahnya di Kecamatan Baamang, Sampit.

Winda dinyatakan meninggal dunia oleh dokter di IGD RSUD dr Murjani Sampit setelah menjalani perawatan medis kurang lebih empat jam, namun nyawanya tak tertolong.

Peran Rizki dan Agustinus adalah memberi minuman dengan racikan otodidak yang dilakukan keduanya kepada korban sehingga zat kimia yang tercampur di dalam minuman keras membuat nyawa korban melayang.

Kedua terdakwa telah ditetapkan tersangka oleh Polisi pada Sabtu 23 Desember 2023 lalu usai dijemput oleh Polisi di Surabaya.

(Nardi)