JAKARTA– Anggota Komisi VIII DPR RI Alimudin Kolatlena mendorong kesepahaman dan kerjasama semua pihak untuk selalu berkomitmen dalam upaya penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak maupun meningkatnya Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) di era digital saat ini.
“Ya, ini penting karena kekerasan berbasis gender online targetnya bukan hanya perempuan, tapi mengancam kelompok rentan seperti anak-anak dan remaja saat ini” tutur Alimudin Kolatlena, Kamis 13 Februari 2025.
Kolatlena mengatakan teknologi memudahkan semua aktivitas masyarakat dalam berbagai hal, seperti berkomunikasi, mengakses informasi, dan melakukan pekerjaan sehari-hari.
Namun, politisi Gerindra Dapil Maluku ini bilang tak bisa dipungkiri perkembangan era digital saat ini juga sangat membawa dampak negatif yang serius, salah satunya adalah kekerasan digital yang semakin mengkhawatirkan.
Oleh karena itu, Komisi di DPR yang membidangi Agama, Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, baru-baru ini pun telah menyepakati rencana pembatasan akses anak terhadap internet dan media sosial yang diusulkan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
“Isu ini kan jadi perhatian publik. Maka kita Komisi VIII DPR sudah menyepakati terkait pembatasan akses anak terhadap internet saat Raker bersama Menteri PPPA dan Ketua KPAI,” imbuh Alimudin.
Untuk itu, Kolatlena berharap koordinasi lintas Kementerian dari sisi Pemerintah, dan lintas Komisi dari sisi Parlemen Senayan dalam hal ini mutlak dibutuhkan agar solusi yang nantinya kelak akan tertuang dalam produk hukum tersebut bisa komprehensif solutif dan integratif.
Diketahui, berdasarkan data dari SAFEnet Indonesia, jumlah kasus KBGO di Indonesia mengalami lonjakan signifikan pada tahun 2024. Pada triwulan I 2024, tercatat 480 kasus, meningkat hampir empat kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 118 kasus.
Dari data tersebut, korban terbanyak adalah anak-anak dan remaja berusia 18-25 tahun dengan 272 kasus atau sekitar 57%, diikuti oleh anak-anak di bawah 18 tahun dengan 123 kasus atau 26%. Peningkatan ini menunjukkan betapa rentannya kelompok tersebut terhadap kekerasan di dunia maya.
Mantan Anggota DPRD Provinsi Maluku ini menilai hal tersebut sangat berbahaya, terutama bagi anak-anak yang belum memiliki pengetahuan yang memadai tentang risiko di dunia maya seperti cyberbullying dan paparan konten negatif.
“Kita bisa lihat anak-anak yang menjadi korban kekerasan digital sering kali mengalami dampak buruk terhadap kesehatan fisik dan mental mereka,” beber Kolatlena.
Kendati demikian, Kolatlena sangat mengingatkan pentingnya literasi digital bagi kalangan anak-anak dan remaja saat ini sebagai generasi penerus bangsa guna mewujudkan Indonesia Maju 2045 mendatang.
Pasalnya, Kolatlena bilang minimnya pemahaman tentang risiko penggunaan media digital dan kurangnya pengawasan dari orang tua itulah menjadi faktor utama yang membuat anak-anak rentan menjadi sasaran kekerasan internet.
“Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk menanamkan literasi digital sejak dini, menyelamatkan generasi bangsa menyongsong Indonesia Emas 2045 mendatang,” pungkas Alimudin Kolatlena.
(adista)