JAKARTA– Anggota Komisi VIII DPR RI Alimudin Kolatlena menegaskan bahwa pentingnya langkah prioritas untuk penertiban jamaah haji ilegal yakni melalui sosialisasi intensif dan edukasi publik guna meningkatkan kesadaran masyarakat saat ini.
Artinya, kata Kolatlena, harus ada kampanye masif tentang bahaya dan konsekuensi menggunakan visa non-haji (umrah, bisnis, atau keluarga) untuk ibadah haji, termasuk risiko denda, deportasi, dan larangan masuk Arab Saudi.
“Saya kira ini penting guna mencegah keberangkatan jamaah dengan visa non haji sebelum musim haji 1446 Hijriah ini,” tutur Alimudin, Senin 21 April 2025.
Adapun dampak bagi jamaah ilegal, otoritas Arab Saudi memberlakukan sanksi berat, seperti denda hingga 10.000 riyal Saudi (sekitar Rp40 juta), deportasi, dan larangan masuk ke Arab Saudi hingga 10 tahun.
Politisi Gerindra Dapil Maluku ini bilang jamaah ilegal juga tidak mendapatkan fasilitas resmi (akomodasi, transportasi, kesehatan), sehingga berisiko terlantar tanpa bantuan konsuler.
Selain itu, mantan Anggota DPRD Provinsi Maluku ini mengatakan jamaah ilegal tentu membebani sistem penyelenggaraan haji resmi, seperti kepadatan di fasilitas umum, transportasi, dan tenda di Arafah/Mina, yang dirancang hanya untuk kuota resmi.
Artinya, menurut Kolatlena kehadiran jamaah ilegal dapat mengganggu alokasi kuota haji resmi yang telah disepakati antara Indonesia dan Arab Saudi.
“Ini kan berpotensi mempersulit negosiasi kuota di masa depan,” beber Alimudin.
Untuk itu, Kolatlena mendorong Kemenag terus koordinasi pencegahan melalui edukasi dan pengawasan, karena ini dapat mengurangi jumlah jamaah ilegal secara signifikan sebelum keberangkatan.
“Saya berharap dengan pengawasan, potensi keberangkatan jamaah ilegal diminimalkan sejak awal, mengurangi risiko sanksi dan kerugian,” pungkas Alimudin Kolatlena.
Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) menyebut penertiban jamaah ilegal yang hendak berangkat ke Arab Saudi merupakan sebuah keharusan untuk menjamin kualitas layanan haji serta rasa aman dan nyaman bagi seluruh jamaah resmi (prosedural).
“Kami berkoordinasi dengan Kepolisian RI dan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, agar bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang menawarkan dan menyelenggarakan paket haji Ilegal,” ujar Wakil Kepala BP Haji Dahnil Anzar Simanjuntak.
Diketahui, Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Polda Metro Jaya, menggagalkan pemberangkatan 10 orang yang berniat berhaji namun tanpa prosedur resmi (ilegal)
Mereka akan bertolak ke Tanah Suci menggunakan penerbangan Malindo Air tujuan Jakarta-Malaysia menggunakan visa kerja atau amil.
Selain itu, mereka juga membayar kepada pihak travel dengan jumlah yang bervariasi antara Rp100 juta hingga Rp200 juta per orang.
“Langkah cepat dan tegas dari kepolisian dan imigrasi ini menunjukkan keseriusan negara dalam menjaga martabat penyelenggaraan haji Indonesia dan melindungi para calon jamaah dari potensi risiko,” ujar Dahnil.
(adista)