PALANGKA RAYA – Sebanyak 41 jemaah asal Kalimantan Tengah (Kalteng) gagal menjalankan ibadah haji lantaran diketahui menggunakan visa ilegal yang tidak terdaftar secara resmi di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian dari DPRD Kalteng, yang mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati memilih agen perjalanan haji.
Wakil Ketua II DPRD Kalteng, Muhammad Ansyari, meminta masyarakat agar tidak mudah percaya dengan tawaran-tawaran haji dari agen travel yang tidak jelas legalitasnya.
“Kita menyarankan masyarakat untuk berhati-hati tidak mudah percaya (agen travel) karena ini kebijakannya kebijakan luar negeri, bukan serta-merta kita bisa menyampaikan pendapat kemudian disampaikan,” ujarnya, Selasa 10 Juni 2025.
Politisi Partai Gerindra ini menegaskan, kebijakan antarnegara memiliki aturan tersendiri yang harus dipatuhi oleh setiap negara termasuk masalah visa.
Ansyari pun mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada terhadap tawaran-tawaran berangkat haji dengan iming-iming harga murah atau pemberangkatan cepat.
“Saya pikir masyarakat harus waspada di lain waktu terkait tawaran-tawaran mengenai haji yang sifatnya murah, berangkat cepat, begitu kan harus hati-hati. Harus verifikasi betul-betul terhadap agen travelnya,” imbaunya.
Sebelumnya, Plt Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Kalteng, Hasan Basri, menyampaikan bahwa 41 jemaah tersebut berangkat melalui sebuah biro perjalanan haji khusus berinisial PT A yang berasal dari Kabupaten Kotawaringin Barat.
“Mereka (berangkat) pakai visa yang tidak resmi dari Indonesia. Visa resmi Indonesia itu sesuai dengan kategori haji, ada haji reguler, haji khusus, dan haji furoda yang pakai visa mujamalah, tapi tahun ini pemerintah Arab Saudi tidak menerbitkan visa mujamalah, sehingga tidak ada haji furoda,” jelas Hasan, Senin 10 Juni 2025.
Jemaah tersebut menggunakan visa amil, yakni visa haji yang diakui oleh pemerintah Arab Saudi, namun tidak diakui oleh pemerintah Indonesia. Akibatnya, jemaah tidak terkoneksi dengan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) sehingga keberangkatan mereka dianggap tidak resmi.
“Sehingga jemaahnya itu tidak terkoneksi dengan Siskohat, otomatis hajinya itu tidak resmi, makanya ada beberapa orang yang terganjal di Jeddah, ada 41 orang,” tuturnya.
Terkait apakah jemaah tersebut bisa tetap melaksanakan ibadah haji, Hasan mengaku belum mendapat informasi lebih lanjut.
“Kami belum tahu, belum terkoneksi ke kami, apakah mereka bisa melaksanakan haji atau tidak belum ada informasi ke kami,” ujarnya.
PT A sebelumnya juga pernah mendapat teguran karena menjual paket haji tidak sesuai ketentuan resmi. “PT A ini pernah menjual paket haji di media sosial ‘Daftar Sekarang, Berangkat Haji Tahun Ini’ yang itu kan tidak boleh. Kalau haji khusus paling cepat lima tahun,” ujarnya.
Hasan menegaskan, apabila terjadi sesuatu terhadap jemaah selama di Arab Saudi, hal itu menjadi tanggung jawab penuh pihak travel.
“Karena kan mereka ikut travel, travel ini tanggung jawab kami, kami panggil. Seharusnya travel ini koordinasi ke kami dulu. Travel ini resmi, punya izin, tetapi membawa jemaah tidak sesuai prosedur,” jelasnya.
Kemenag Kalteng tidak bisa berbuat banyak untuk membantu para jemaah tersebut karena mereka tidak terdata secara resmi. Namun, Hasan memastikan pihaknya akan kembali memanggil biro perjalanan tersebut untuk menindaklanjuti kasus ini, bahkan tidak menutup kemungkinan pencabutan izin operasional.
“Atas usulan dari Kemenag RI, travel ini bisa dibekukan sementara agar tidak mengirim lagi jemaah haji karena melanggar UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,” pungkasnya.
(Syauqi)