
PALANGKA RAYA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Tengah (Kalteng) menegaskan komitmennya untuk memperkuat sektor kesehatan dengan mengalokasikan anggaran sebesar 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2025.
Langkah ini sebagai bentuk kepatuhan terhadap ketentuan mandatory spendingsesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Ketentuan tersebut mewajibkan setiap pemerintah daerah mengalokasikan minimal 10 persen dari APBD di luar belanja pegawai untuk sektor kesehatan.
Wakil Gubernur Kalteng, H. Edy Pratowo, menyampaikan bahwa alokasi anggaran tersebut diarahkan untuk mendukung program prioritas, termasuk pelayanan rumah sakit daerah dan pengobatan gratis bagi masyarakat.
“Program Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Hanau itu sudah berjalan. Dari laporan Dinas Kesehatan dan Direktur RSUD, sementara ini masih bisa berjalan dengan baik,” ujar Edy Pratowo saat ditemui di Ruang Rapat Paripurna DPRD Provinsi Kalteng, Senin pagi, 23 Juni 2025.
Ia menambahkan, pengobatan gratis tetap menjadi salah satu fokus Pemprov Kalteng sebagaimana terus disuarakan oleh Gubernur H. Agustiar Sabran dalam berbagai kegiatan pemerintahan.
“Pak Gubernur selalu menyampaikan bahwa pengobatan gratis itu penting. Itu juga berlaku di rumah sakit milik daerah. Harapannya, program ini juga diikuti oleh pemerintah kabupaten dan kota,” ujarnya.
Menanggapi pertanyaan tentang rumah sakit yang menolak pasien karena alasan biaya, Edy menegaskan bahwa dengan adanya alokasi anggaran kesehatan sebesar 10 persen, tidak seharusnya layanan kesehatan menjadi tertutup bagi masyarakat.
“Kalau ada rumah sakit yang menolak pasien, saya kira tidaklah. Anggaran 10 persen untuk kesehatan itu harus menjadi prioritas dan dijalankan sebagaimana mestinya,” tegasnya.
Sebagai informasi, APBD Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2025 telah disetujui dengan total anggaran sebesar Rp10,2 triliun.
Pendapatan daerah ditargetkan mencapai Rp9,3 triliun, sementara belanja daerah direncanakan sebesar Rp10,2 triliun, mengakibatkan defisit sebesar Rp900 miliar.
Defisit ini akan ditutupi melalui penerimaan pembiayaan dengan nominal yang sama.
Dengan alokasi sekitar 10 persen dari total belanja, maka sektor kesehatan diperkirakan menerima tidak kurang dari Rp1 triliun pada tahun 2025.
Langkah ini dinilai sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan, serta menekan angka masalah kesehatan seperti stunting, kematian ibu dan bayi, serta penyakit menular.
(Sya’ban)