SAMPIT – Ketua Harian Dewan Adat Dayak (DAD) Kotawaringin Timur (Kotim), Gahara, menegaskan bahwa pihaknya mendukung masuknya investasi ke daerah, namun dengan syarat utama yakni menghormati adat istiadat masyarakat Dayak setempat.
“Kita punya hukum yang berlaku, yaitu hukum adat Dayak, selain hukum positif negara. Kami tekankan kepada investor agar tidak hanya datang membawa modal, tapi juga menghargai nilai-nilai lokal,” ujar Gahara, Rabu 16 Juli 2025.
Ia menekankan bahwa pekerja lokal harus menjadi prioritas dalam perekrutan tenaga kerja. Selain itu, program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) juga perlu dilakukan secara berkelanjutan dan menyentuh kebutuhan masyarakat.
“Jangan sampai kita orang Dayak “tempun petak manana sare, tempun kajang bisa puat, tempun uyah batawah belai,” ujarnya.
Tak kalah penting, kata dia, para kepala desa dan camat harus dilibatkan dalam inventarisasi situs budaya lokal agar tidak sampai terjadi perusakan terhadap makam atau lokasi yang dianggap sakral.
“Kita tidak ingin makam, situs budaya rusak karena ketidaktahuan. Kalau itu terjadi, pasti akan memicu masalah dengan masyarakat adat. DAD tidak akan tinggal diam. Kami akan berada di depan untuk menyampaikan tuntutan demi menjaga kehormatan adat,” tegasnya.
Gahara menegaskan bahwa falsafah Huma Betang yang dipegang teguh masyarakat Dayak mengajarkan keterbukaan dan kebersamaan. Siapa pun boleh datang, apapun suku, agama, dan rasnya, termasuk para investor, asalkan menjunjung tinggi nilai-nilai lokal.
“Kotim ini Huma Betang kita bersama, tapi jangan lupa falsafah di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Kita saling menghormati, begitu juga falsafah lainnya belom bahadat,” tambahnya.
Ia juga menekankan pentingnya memprioritaskan sumber daya manusia (SDM) lokal, terutama dari kalangan Dayak. Menurutnya, banyak anak Dayak yang sudah menempuh pendidikan tinggi hingga jenjang S3.
“Jadi jangan anggap kami tidak mampu. Kami ingin investor yang memberi dampak positif dan tidak melanggar hukum, baik hukum negara maupun adat,” pungkas Gahara.
(Nardi)