Oleh: Mukhtarudin, Wakil Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia, Sekretaris Fraksi Golkar DPR RI
Peluncuran 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes) Merah Putih oleh Presiden Prabowo Subianto pada 21 Juli 2025 di Desa Bentangan, Klaten, Jawa Tengah, bukan sekadar seremoni, melainkan titik balik bagi transformasi ekonomi desa di Indonesia.
Sebagai Wakil Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), saya melihat inisiatif ini sebagai manifestasi nyata dari semangat gotong royong yang menjadi ruh koperasi, sekaligus cerminan visi besar untuk mengembalikan kedaulatan ekonomi ke tangan rakyat.
Dalam konteks yang lebih luas, Kopdes Merah Putih adalah langkah strategis untuk menjawab tantangan ketimpangan ekonomi, ketergantungan pada rantai distribusi panjang, dan keterbatasan akses masyarakat desa terhadap kebutuhan dasar.
Makna Strategis Kopdes Merah Putih
Kopdes Merah Putih hadir dengan konsep yang terintegrasi dan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat desa.
Dengan menyediakan bahan pokok, pupuk, elpiji subsidi, layanan apotek, hingga simpan pinjam, koperasi ini dirancang untuk menjadi pusat ekonomi mikro yang tangguh.
Di Jawa Tengah, misalnya, 8.523 Kopdes yang telah berbadan hukum menunjukkan komitmen pemerintah dalam membangun fondasi koperasi yang tidak hanya aktif, tetapi juga memiliki legitimasi hukum yang kuat.
Status berbadan hukum ini penting, bukan hanya sebagai formalitas, tetapi juga sebagai jaminan keberlanjutan dan kepercayaan masyarakat terhadap koperasi sebagai lembaga ekonomi yang kredibel.
Lebih dari itu, Kopdes Merah Putih menjadi instrumen untuk memotong rantai distribusi yang selama ini sering kali memperpanjang biaya dan menekan petani serta konsumen.
Dengan mengelola distribusi bahan pokok dan pupuk secara langsung, koperasi desa dapat menekan harga, memastikan ketersediaan barang, dan memberikan keuntungan yang lebih adil bagi petani dan pelaku usaha kecil.
Program ini juga selaras dengan visi Presiden Prabowo untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang membutuhkan distribusi pangan yang efisien dan terjangkau hingga ke pelosok desa.
Dengan kata lain, Kopdes Merah Putih bukan hanya tentang ekonomi, tetapi juga tentang keadilan sosial dan ketahanan pangan nasional.
Dampak Ekonomi dan Sosial
Salah satu keunggulan Kopdes Merah Putih adalah potensinya menyerap tenaga kerja lokal. Di Jawa Tengah saja, diperkirakan 68.184 orang akan terlibat langsung dalam pengelolaan koperasi ini.
Angka ini bukan sekadar statistik, tetapi cerminan harapan baru bagi masyarakat desa yang selama ini terbatas pada peluang kerja di sektor informal atau migrasi ke kota.
Koperasi ini menciptakan lapangan kerja yang bermartabat, di mana masyarakat desa tidak hanya menjadi pekerja, tetapi juga pemilik dan pengelola usaha mereka sendiri. Ini adalah esensi sejati dari koperasi: ekonomi yang dimiliki bersama, untuk kesejahteraan bersama.
Secara sosial, Kopdes Merah Putih juga memperkuat kohesi komunitas. Koperasi, pada hakikatnya, adalah wadah gotong royong.
Dengan melibatkan kepala desa, perangkat kelurahan, dan masyarakat lokal dalam pengelolaannya, koperasi ini membangun kebersamaan yang telah lama menjadi kekuatan budaya Indonesia.
Peluncuran hibrida pada 21 Juli, yang menggabungkan kehadiran langsung 8.523 kepala desa di Jawa Tengah dengan partisipasi daring dari puluhan ribu koperasi di seluruh Indonesia, menunjukkan bahwa program ini dirancang untuk menyentuh seluruh lapisan masyarakat, dari Sabang hingga Merauke.
Tantangan dan Solusi ke Depan
Meski penuh potensi, keberhasilan Kopdes Merah Putih tidak akan terwujud tanpa mengatasi sejumlah tantangan. Pertama, tata kelola koperasi harus menjadi prioritas.
Banyak koperasi di masa lalu gagal karena kurangnya transparansi dan akuntabilitas. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan adanya mekanisme pengawasan yang ketat, termasuk audit berkala dan pelaporan keuangan yang terbuka.
Kedua, kapasitas sumber daya manusia di desa harus ditingkatkan. Banyak pengelola koperasi di tingkat desa mungkin belum memiliki keahlian dalam manajemen bisnis modern atau pemanfaatan teknologi digital.
Pelatihan intensif, termasuk literasi digital dan manajemen keuangan, harus menjadi bagian integral dari program ini.
Ketiga, persaingan dengan pelaku usaha besar, seperti perusahaan ritel modern, bisa menjadi ancaman. Untuk itu, Kopdes Merah Putih perlu didukung dengan kebijakan yang melindungi koperasi dari persaingan tidak sehat, misalnya melalui insentif pajak atau subsidi khusus.
Terakhir, digitalisasi adalah kunci. Di era ekonomi 4.0, koperasi desa harus mampu memanfaatkan platform digital untuk pemasaran, distribusi, dan pengelolaan keuangan.
Artinya, Koperasi Indonesia siap berkontribusi dengan menyediakan pendampingan, pelatihan, dan kerja sama dengan startup teknologi untuk memastikan Kopdes Merah Putih relevan di era modern.
Optimisme dan Panggilan untuk Bersinergi
Sebagai Wakil Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia, saya optimistis bahwa Kopdes Merah Putih dapat menjadi pilar kesejahteraan desa dan memperkuat ekonomi nasional.
Mengingat, inisiatif ini bukan hanya tentang angka 80.000 koperasi atau puluhan ribu tenaga kerja, tetapi tentang membangun harapan dan martabat bagi masyarakat desa.
Namun, keberhasilan program ini tidak bisa bergantung pada pemerintah saja. Dibutuhkan sinergi antara pemerintah, koperasi, swasta, dan masyarakat untuk menjadikan Kopdes Merah Putih sebagai gerakan ekonomi kerakyatan yang berkelanjutan.
Saya mengajak seluruh elemen bangsa, khususnya para pelaku koperasi, untuk mendukung penuh visi Presiden Prabowo ini.
Mari kita jadikan Kopdes Merah Putih sebagai simbol kebangkitan koperasi, di mana warna merah putih tidak hanya mewakili bendera bangsa, tetapi juga semangat untuk membangun Indonesia yang adil, makmur, dan berdaulat secara ekonomi.
Ini adalah momen untuk menunjukkan bahwa koperasi bukan sekadar nostalgia, tetapi solusi modern bagi tantangan masa kini dan masa depan. Bersama, kita wujudkan kedaulatan ekonomi desa untuk Indonesia yang lebih kuat. (***)