
PULANG PISAU – Ketangguhan sebuah daerah tak cukup dibangun dari slogan dan infrastruktur, melainkan dari data yang jujur tentang kerentanannya. Hal itu ditegaskan Wakil Bupati Pulang Pisau H Ahmad Jayadikarta saat membuka Forum Group Discussion (FGD) Penghitungan Indeks Ketahanan Daerah (IKD) Tahun 2025, Jumat 25 Juli 2025 di Aula Banama Tingang.
Mewakili Bupati H Ahmad Rifa’i, Jayadikarta menyampaikan bahwa angka-angka dalam IKD tak sekadar statistik, melainkan cermin kesiapan suatu wilayah menghadapi bencana. Data ini, kata dia, wajib menjadi fondasi perencanaan pembangunan yang adaptif dan berkeadilan.
“Kita tak bisa lagi menyusun RPJMD dan program-program OPD hanya berdasarkan asumsi. IKD memberi arah dan prioritas yang objektif, agar pembangunan tak berakhir jadi kerugian di tengah bencana,” ujar Jayadikarta dalam sambutannya.
Menurutnya, pendekatan berbasis risiko harus menjadi arus utama dalam pembangunan daerah. Kabupaten Pulang Pisau yang memiliki wilayah rawan banjir dan kebakaran lahan gambut, memerlukan rencana yang lebih akurat dan terukur.
FGD ini juga sekaligus menjadi ruang strategis memperkuat sinergi lintas sektor, dari perencana pembangunan, pemangku kebijakan, hingga para pelaksana teknis di lapangan.
“Kita harus menyatukan pemahaman dan langkah. Ketahanan daerah hanya bisa dicapai jika semua unsur bergerak dengan satu peta risiko,” tambahnya.
Ia menyampaikan apresiasi terhadap kehadiran perwakilan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang turut memberikan penguatan teknis dalam proses penghitungan IKD. Menurutnya, dukungan pusat sangat penting dalam mendorong daerah memiliki kemampuan mitigasi yang lebih baik.
Dalam forum tersebut, dibahas berbagai indikator ketahanan, mulai dari aspek sosial, ekonomi, kelembagaan, hingga infrastruktur dan ekologi. Data yang dikumpulkan akan menjadi rujukan dalam penguatan sistem penanggulangan bencana di Pulang Pisau.
Wabup berharap hasil FGD ini tak hanya menghasilkan angka di atas kertas, tapi diterjemahkan dalam program nyata yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat.
“Karena pada akhirnya, ketahanan bukan soal angka tinggi, tapi seberapa banyak warga kita yang terselamatkan saat bencana datang,” pungkasnya. (ds)