
SAMPIT – Dugaan korupsi dalam proyek pengadaan alat berat berupa ekskavator oleh Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) yang tengah dibidik Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah (Kalteng) mendapat sorotan tajam dari masyarakat.
Mereka mempertanyakan perencanaan, pengelolaan hingga dampak nyata dari program bernilai miliaran rupiah tersebut.
Imade Rudia, salah satu masyarakat, menilai proyek pengadaan alat berat ini terkesan terburu-buru dan tidak melalui kajian menyeluruh. Ia menduga ada kepentingan tertentu yang bermain dalam proyek ini.
“Seharusnya sebelum pengadaan dilakukan, ada survei dulu di lapangan, baik dari sisi manfaat, operasional hingga perawatannya. Ini malah terlihat grasa-grusu dan seperti hanya untuk menguntungkan seseorang,” kata Rudia, Jumat 25 Juli 2025.
Bahkan ia mengungkapkan penggunaannya juga dimonopoli hanya bagi orang-orang tertentu saja.
“Lebih parahnya lagi, saat alat itu dioperasikan, hanya orang tertentu saja yang bisa pakai, terkesan dimonopoli,” tambahnya.
Warga lain yang enggan disebutkan namanya juga menyampaikan pandangan serupa. Menurutnya, walaupun alat berat itu masih bisa dianggap bermanfaat, namun kenyataannya pemanfaatan di lapangan sangat jauh dari maksimal.
“Mungkin tetap ada manfaatnya, tapi karena tidak digunakan secara optimal, alat itu jadi terlihat tidak berguna. Sayang sekali kalau alat mahal seperti itu hanya teronggok rusak di lapangan,” tuturnya.
Sementara itu, Iwan menganggap program pengadaan ekskavator ini sebenarnya baik. Namun, ia menyayangkan buruknya manajemen, minimnya sistem pengawasan, sangat terkesan asal ada saja.
“Programnya bagus, tapi tanpa manajemen yang baik dan teratur, ya sulit bisa berjalan dengan baik. Apa mungkin ini yang dinamakan asal ada saja,” ucapnya.
Kini, masyarakat menanti langkah tegas aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas proyek tersebut, agar tidak menjadi contoh buruk dalam pengelolaan anggaran publik ke depannya.
Diketahui, proyek pengadaan alat berat ini dilaksanakan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kotim sejak 2021 hingga 2023.
Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp14,4 miliar pada 2022 untuk 12 unit ekskavator, serta Rp2,4 miliar lagi pada 2023 untuk dua unit tambahan.
Namun kini proyek tersebut diselidiki Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah, pengecekan fisik terhadap alat berat di lapangan sudah dilakukan.
Beberapa alat berat diketahui rusak, tidak beroperasi, bahkan tidak jelas siapa yang bertanggung jawab atas perawatannya.
Ketua DPRD Kotim Rimbun sebelumnya juga menyayangkan kondisi sejumlah ekskavator yang dibiarkan rusak dan terbengkalai. Ia menegaskan bahwa jika alat tersebut tidak bisa dimanfaatkan, lebih baik dilelang daripada menjadi beban keuangan daerah.
(Nardi)