
SAMPIT – Suasana tegang mewarnai perjuangan warga Desa Tumbang Sapiri, Kecamatan Mentaya Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Mereka menuntut hak plasma 20 persen yang diduga diabaikan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Karya Makmur Abadi (KMA). Hak ini seharusnya menjadi kewajiban perusahaan untuk kesejahteraan masyarakat, namun hingga kini tak kunjung terealisasi.
Perjuangan warga tak main-main. Tiga kali upaya mediasi dilakukan, namun hasilnya masih jauh dari kata sepakat. Puncaknya, Kamis 24 Juli 2025, mediasi ketiga digelar di Kantor Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Kotim. Pertemuan ini dipimpin langsung oleh Ketua Harian DAD Kotim, Gahara, dengan menghadirkan pihak perusahaan dan perwakilan masyarakat Tumbang Sapiri.
Pada mediasi tersebut pihak perusahaan membantah jika tuntutan yang dilakukan masyarakat telah mereka tunaikan. Dan juga tidak ada melakukan pelepasan kawasan yang dimaksud melalui program hak TORA.
“Tadi kami telah melakukan mediasi yang ketiga di kantor DAD Kotim, namun dalam mediasi tersebut pihak perusahaan membantah jika mereka melakukan pelepasan kawasan lahan melalui program hak TORA,” kata Juliansyah, tokoh pemuda desa tumbang Sapiri, Kamis, 24 Juli 2025.
Bantahan pihak perusahaan yang menyatakan jika pihaknya tidak melakukan pelepasan menggunakan program TORA dibenarkan juga oleh pihak BPN, jika PT KMA tidak menggunakan program Tora dalam melakukan pelepasan kawasan.
Juliansyah menjelaskan terkait pihak perusahaan yang telah melaksanakan kewajibannya 20 persen yang telah di maksud PT KMA itu adalah pola kemitraan yang dilaksanakan melalui koperasi Tunjung Untung yang dilaksanakan diluar ijin HGU PT KMA.
“Lahan kemitraan tersebut merupakan milik masyarakat bukan diusahakan oleh PT KMA yang diberikan plasma 20 persen untuk masyarakat hanya saja dilakukan pola kemitran 20 persen dari tanah masyarakat yang mau melakuan pelepasan lahan jadi pola kemitran 20 persen,” terangnya.
Dirinya menjelaskan perbedaan plasma 20 persen itu harusnya dimana objek lahan mau diusahakan untuk dilakukan plasma 20 persen oleh perkebunan PT.KMA sesuai kewajibanya menjadi tanggung jawab perkebunan bukan lahan milik masyarakat jadi pola kemitran 20 persen dan plasma persen itu berbeda.
Menurutnya perusahaan PT KMA seharusnya tidak mengabaikan kewajibannya terhadap masyarakat atas hak lahan 20 persen yang diduga telah melakukan pelepasan kawasan terhadap 2.121,59 hektare lahan sejak tahun 2015, yang kini telah menjadi kebun kelapa sawit melalui program pelepasan TORA tertanggal 28 April 2015.
Selain itu, Antony yang juga warga Desa Tumbang Sapiri menyebutkan jika pihak PT KMA hanya menggiring opini jika mereka sudah melaksanakan kewajiban padahal realisasi dilapangan mereka mengabaikan kewajiban dengan penyiasatan sistem seolah olah sudah melaksanakan kewajiban mereka.
“Saya harap pihak PT KMA untuk tidak menggiring opini jika mereka sudah kewajibannya melalui kemitraan dan dari pelepasan kawasan hutan diduga melalui program TORA dimana 20 persen dari luasan pelepasan harus diberikan pada masyarakat dan kewajiban plasma 20 persen dari luasan HGU itu wajib meraka laksanakan,” ucapnya.
Selama berjalan nya mediasi kedua belah pihak saling berargumen dengan menunjukan data atau dokumen masing-masing. Yang mana menurut masing-masing kedua belah pihak dokumen atau yang mereka pegang adalah yang benar.
Gahara,ketua harian DAD Kotim, mengambil langkah untuk membuat tim investigasi untuk mengecek kebenaran data yang di pegang oleh masing-masing kedua belah pihak. Serta untuk mencari tahu hal-hal yang lainnya.
“Dari kami dewan ada Dayak akan mencari kebenaran data tersebut. Apakah perusahaan dalam pelepasan nya menggunakan program Tora ? Apakah hak 20 persen itu sudah diterima warga Desa Tumbang Sapiri atau belum,” kata Gahara.
Pihak DAD akan membuat rekomendasi yang bisa saja di sampaikan ke Bupati Kotim, Halikinor yang juga sekaligus ketua DAD Kotim, terus ke tingkat Gubernur, bahkan bisa saja sampai ke tingkat nasional. Apabila memang ditemukan ada hak masyarakat yang tidak terealisasi kan.
“Dan dari hasil mediasi tersebut Dapat kami simpulkan bahwa tidak ada titik temu antara kedua belah pihak, makanya nanti akan kami koordinasikan dengan pemerintah daerah,” ujarnya.
Tim investigasi rencana akan dibentuk pada bulan Agustus 2025 dan berkaitan anggota tim siapa saja, pihaknya belum bisa memastikan apakah didalam tim tersebut nantinya akan di isi juga oleh pihak PT KMA dan warga desa Tumbang Sapiri.
“Untuk anggota tim belum bisa dipastikan siapa saja anggotanya, karena pembentukan tim akan dilakukan pada bulan Agustus nanti,” katanya.
Sebelum dilaksanakan mediasi yang ketiga, Juliansyah menjelaskan jika pada mediasi pertama pihak perusahaan tidak dapat hadir sehingga dilanjutkan mediasi kedua. Dalam mediasi yang kedua, pihak perusahaan dan warga saling berargumen data atau dokumen yang dimiliki masing-masing.
Hasilnya, tak jauh berbeda dengan yang terjadi pada mediasi ketiga yang dilaksanakan saat ini, kedua belah pihak setuju untuk membentuk tim investigasi dan memanggil Camat Mentaya Hulu dan juga pihak Badan Pertanahan Nasional Kotim untuk melakukan pengecekan data dan lokasi kawasan lahan yang dimaksud. Namun, hal tersebut menemukan titik terang hingga dilakukan mediasi ketiga.
Warga Desa Tumbang Sapiri, berharap jika pihak perusahaan memperhatikan kesejahteraan masyarakat dan mereka akan terus memperjuangkan hak mereka bahkan jika harus mencapai ke tahapan yang lebih tinggi.
(Oktavianto)