
PALANGKA RAYA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Tengah (Kalteng) menegaskan akan mengambil langkah tegas terhadap pelaku usaha sektor Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) yang beroperasi tanpa izin.
Penindakan tersebut bisa berupa sanksi administratif, denda, hingga penutupan usaha, bahkan dapat berujung ke ranah pidana jika ditemukan kerugian terhadap negara.
Hal ini ditegaskan oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Provinsi Kalteng, Herson B. Aden, usai mengikuti Rapat Koordinasi Pencegahan Korupsi Sektor MBLB bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secera daring dari Kantor Gubernur Kalteng, Kamis siang, 24 Juli 2025.
“Yang tidak berizin bisa kami tindak, mulai dari penutupan, denda administratif, sampai dihentikan kegiatannya. Kalau memang ada dugaan kerugian negara, maka bisa masuk ke ranah pidana,” tegas Herson.
Ia menjelaskan, penindakan ini menjadi bagian dari langkah optimalisasi pendapatan daerah dari sektor MBLB yang hingga pertengahan 2025 belum menunjukkan hasil maksimal.
Tercatat, realisasi pendapatan dari sektor tersebut baru mencapai 0,51 persen, atau sekitar Rp2 miliar dari target Rp400 miliar.
Kondisi ini mendorong Pemprov untuk menggandeng KPK sebagai fasilitator dalam menyamakan persepsi antarinstansi terkait pengawasan dan pengendalian sektor MBLB.
Dalam tahap awal, koordinasi dilakukan bersama pemerintah provinsi, sebelum nantinya diperluas ke seluruh kabupaten/kota.
“Karena pajak utama dari sektor ini masuk ke kabupaten/kota, sementara provinsi hanya mendapatkan 25 persen sebagai opsen pajak. Maka peran pemerintah kabupaten/kota sangat penting,” jelasnya.
Salah satu persoalan krusial yang dihadapi adalah banyaknya pelaku usaha yang tidak mengantongi izin resmi.
Saat ini, data yang dimiliki pemerintah provinsi hanya mencatat sekitar 100 pelaku usaha berizin, padahal aktivitas di lapangan diperkirakan jauh lebih besar.
“Kami menduga pelaku yang melakukan eksploitasi lebih banyak daripada yang berizin. Oleh karena itu, Pak Gubernur telah membentuk Tim Optimalisasi Pendapatan Daerah untuk memetakan data secara menyeluruh,” ungkapnya.
Herson menambahkan bahwa tantangan dalam penanganan MBLB tak berizin tidak hanya soal administrasi, tetapi juga terkait niat pelaku usaha dalam mengurus izin, persoalan kawasan, hingga dugaan adanya backing dari oknum tertentu.
“Yang namanya MBLB sekecil apa pun harus ada izin. Tapi yang terjadi di lapangan, ada yang beraktivitas tanpa izin dan diduga dibekingi oleh pihak tertentu di tingkat daerah,” ujarnya.
Untuk itu, Pemprov akan segera menggelar rapat bersama seluruh kabupaten/kota guna membahas data ril pelaku usaha sektor MBLB. Hasil pemetaan ini nantinya akan dijadikan dasar untuk penindakan lebih lanjut.
“Langkah tegas ini bukan semata-mata untuk meningkatkan PAD, tapi juga untuk menegakkan aturan dan melindungi lingkungan dari eksploitasi yang tidak bertanggung jawab,” tutupnya.
(Sya’ban)