
PALANGKA RAYA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Tengah (Kalteng) menyoroti fenomena “backing” atau praktik pelindungan terhadap aktivitas tambang ilegal sebagai salah satu hambatan utama dalam optimalisasi pendapatan daerah dari sektor Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Kalteng, Herson B. Aden, menyampaikan bahwa keberadaan oknum-oknum yang diduga memberikan perlindungan terhadap kegiatan tambang ilegal membuat pengawasan dan penertiban di lapangan menjadi tidak maksimal.
“Masalah ‘backing’ ini memang berada di tingkat kabupaten/kota. Ada pelaku usaha yang merasa aman karena dibekingi pihak tertentu, sehingga enggan mengurus izin, padahal semua kegiatan MBLB, sekecil apa pun, wajib memiliki izin,” ungkap Herson kepada awak media, Kamis siang, 24 Juli 2025, usai mengikuti rapat koordinasi dengan KPK terkait sektor MBLB di Kantor Gubernur Kalteng.
Menurutnya, praktik ini menjadi tantangan serius karena berpotensi menciptakan ketimpangan dalam regulasi serta menghambat pendapatan asli daerah (PAD).
Ia menegaskan bahwa penindakan terhadap aktivitas ilegal akan terus digalakkan, termasuk menindak pelaku usaha yang terbukti tidak memiliki izin operasional.
“Kita tidak bisa menutup mata. Ada aktivitas tambang yang terus berjalan tanpa izin karena merasa punya ‘payung’. Tapi kami akan tindak tegas. Jika tidak berizin, bisa ditutup, didenda, bahkan masuk ranah pidana jika merugikan negara,” tegas Herson.
Ia juga menambahkan bahwa Pemprov Kalteng saat ini tengah menyiapkan langkah-langkah strategis melalui pembentukan Tim Optimalisasi Pendapatan Daerah yang bertugas melakukan pendataan, verifikasi, dan penindakan terhadap pelaku tambang ilegal.
“Gubernur sudah membentuk tim. Tugas kami nanti memetakan mana yang legal dan ilegal. Saat ini data yang kami pegang hanya sekitar 100 lebih perusahaan yang memiliki izin. Tapi kenyataan di lapangan menunjukkan aktivitasnya jauh lebih banyak,” bebernya.
Fenomena “backing” juga dinilai menjadi penyebab minimnya realisasi pendapatan sektor MBLB. Dari target Rp400 miliar pada tahun 2025, hingga triwulan II baru terealisasi 0,51 persen atau sekitar Rp2 miliar.
“Ini bukan semata soal kebocoran PAD, tapi memang belum optimal. Dan salah satu sebabnya karena masih banyak aktivitas yang berjalan di luar sistem dan tidak patuh aturan,” tambah Herson.
Ia berharap, dengan fasilitasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pemprov Kalteng dapat mendorong transparansi dan integritas dalam pengelolaan sektor MBLB, serta memastikan seluruh pelaku usaha beroperasi secara legal dan memberikan kontribusi nyata bagi daerah.
(Sya’ban)