
SAMPIT – Upaya hukum banding yang diajukan oleh tiga tergugat dalam perkara sengketa adat antara masyarakat hukum adat Dayak dengan PT Hutanindo Agro Lestari (HAL), akhirnya membuahkan hasil. Pengadilan Tinggi Palangka Raya secara resmi membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Sampit yang sebelumnya mengabulkan sebagian gugatan PT HAL dan menyatakan putusan hukum adat Dayak tidak sah.
Putusan banding yang dibacakan dalam persidangan pada Jumat 25 Juli 2025 itu memutuskan menerima permohonan banding dari Yanto E Saputra, Leger T Kunum, dan Ahmad Rahmadani (Kirbo) selaku para tergugat.
Pengadilan Tinggi juga menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard), baik dalam konvensi maupun rekonvensi.
Putusan ini dibacakan oleh majelis hakim yang terdiri dari Muhammad Damis, sebagai ketua majelis, serta dua hakim anggota Sigit Sutriono, dan Bonny Sanggah, dengan panitera pengganti Tiomina Simanjuntak.
Pihak tergugat menyambut putusan ini dengan penuh syukur dan menilai bahwa keadilan akhirnya berpihak kepada masyarakat adat.
Yanto E Saputra, tergugat pertama dalam perkara tersebut menyampaikan bahwa pada pokoknya Pengadilan Tinggi Palangka Raya telah mendengarkan, memperhatikan dan menindaklanjuti seluruh keberatan ketersinggungan dari Masyarakat Hukum Adat Dayak atas Putusan Pengadilan Negeri Sampit Nomor: 36/Pdt.G/2024/PN.Spt, bertanggal 29 April 2025 yang sebelumnya telah mengabulkan gugatan Penggugat/ PT Hutanindo Agro Lestari (PT ΗAL).
“Dengan putusan ini, semua sanksi dan hasil dari proses sidang adat yang diputuskan oleh Damang Tualan Hulu tetap dinyatakan sah dan tidak dapat dibatalkan oleh pengadilan umum, sebagaimana tertuang dalam amar putusan Pengadilan Tinggi Palangka Raya,” ungkapnya, Senin 28 Juli 2025.
Aktivis Erko Morja menyatakan bahwa kemenangan ini bukan semata keberhasilan individu, namun merupakan pengakuan terhadap eksistensi hukum adat Dayak yang selama ini terpinggirkan.
Ia menyebut bahwa falsafah “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung” dijalankan dengan baik oleh majelis hakim di tingkat banding.
“Tuntutan masyarakat hukum adat Dayak akhirnya dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi Palangka Raya. Putusan PN Sampit yang dianggap melecehkan hukum adat Dayak resmi dibatalkan. Ini adalah kemenangan untuk seluruh masyarakat adat di Kalimantan Tengah,” kata Morja.
Morja juga mengapresiasi ketelitian majelis hakim yang telah mempertimbangkan keberatan dan ketersinggungan masyarakat adat atas putusan PN Sampit sebelumnya.
Menurutnya, langkah hukum ini adalah bagian dari perjuangan menjaga marwah dan martabat budaya Dayak, khususnya dalam bingkai sistem hukum nasional yang menjunjung nilai-nilai kearifan lokal.
Berikut kutipan amar putusan banding Pengadilan Tinggi Palangka Raya:
MENGADILI:
Menerima permohonan banding dari Para Pembanding semula Para Tergugat;
Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Sampit Nomor: 36/Pdt.G/2024/PN.Spt, bertanggal 29 April 2025 yang dimohonkan banding;
Mengadili Sendiri:
Dalam Konvensi:
Dalam Eksepsi:
Menyatakan eksepsi Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dapat diterima;
Dalam Pokok Perkara:
Menyatakan gugatan Penggugat dalam konvensi tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard);
Dalam Rekonvensi:
Menyatakan gugatan Penggugat dalam rekonvensi tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard);
Dalam Konvensi – Rekonvensi:
Menghukum Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi untuk membayar biaya dalam kedua tingkat peradilan yang dalam tingkat banding ditetapkan sejumlah Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah).
Diberitakan sebelumnya PN Sampit dalam putusan tanggal 29 April 2025 telah membatalkan putusan hukum adat Dayak yang dikeluarkan Damang Tualan Hulu terkait konflik antara masyarakat adat dan PT HAL.
Keputusan tersebut menuai kecaman dari berbagai tokoh adat di Kalimantan Tengah yang menilai langkah itu mencederai kewibawaan dan kewenangan lembaga adat.
Sejumlah tokoh menyebut keputusan PN Sampit telah merendahkan martabat hukum adat dan dianggap sebagai bentuk intervensi hukum negara terhadap ranah otonomi masyarakat adat. Namun kini, lewat putusan banding, kewenangan hukum adat kembali ditegaskan dan dihormati.
(Nardi)