Kuasa Hukum Kades Ramang Pertimbangkan Langkah Lanjutan usai Vonis Sidang

DENNY/BERITASAMPIT - Kuasa Hukum Kades Ramang, Haruman Supono, memberikan keterangan usai persidangan.

PULANG PISAU – Sidang putusan perkara Kepala Desa Ramang, Ramba, akhirnya mencapai akhir. Dalam sidang yang digelar Rabu 30 Juli 2025, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pulang Pisau menjatuhkan vonis 4 bulan penjara terhadap Ramba, lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut 7 bulan.

Kuasa hukum terdakwa, Haruman Supono, menyatakan pihaknya masih mempertimbangkan berbagai aspek sebelum mengambil sikap menerima atau mengajukan banding atas vonis tersebut.

Menurut Haruman, salah satu pertimbangan utama adalah sisa masa tahanan kliennya yang tinggal sekitar satu bulan lagi. Ramba diketahui telah menjalani penahanan sejak Mei 2025.

“Kalau kami banding, prosesnya bisa memakan waktu dua sampai tiga bulan. Sementara kalau putusan ini diterima, Pak Ramba bisa bebas awal September,” ujarnya usai sidang.

Ia mengatakan, keputusan resmi akan disampaikan dalam waktu tujuh hari sesuai tenggat hukum. Namun, pembahasan internal dengan keluarga dan terdakwa sudah dilakukan sejak jauh hari.

“Pak Ramba pada dasarnya menyerahkan sepenuhnya kepada kami. Tapi tentu kami akan melihat dari semua sisi, termasuk psikologis dan dampak sosialnya di desa,” kata Haruman.

Dalam persidangan, Majelis Hakim menyatakan Ramba terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemalsuan surat keterangan tanah (SKT). Namun, hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan, seperti sikap kooperatif terdakwa dan statusnya sebagai kepala desa aktif.

Pihak kuasa hukum tetap menganggap bahwa perkara ini sejak awal tidak layak masuk ke ranah pidana. Menurut Haruman, obyek sengketa dalam kasus ini sudah semestinya dianggap gugur karena pelapor telah mencabut laporan sebelum penahanan dilakukan.

BACA JUGA:  Pastikan Perairan Aman Dan Kondusif, Ditpolairud Berikan Imbauan Keselamatan

“Sebenarnya ini persoalan administrasi tanah. Bukan niat jahat. Apalagi surat yang dipersoalkan pun sudah ditarik oleh pihak pelapor,” jelasnya.

Ia juga menyayangkan bahwa tidak ada langkah hukum yang dilakukan kuasa hukum sebelumnya untuk menghentikan perkara di tahap penyidikan. Hal itu, katanya, menjadi salah satu penyebab kasus ini terus bergulir hingga ke pengadilan.

“Kalau waktu itu dilaporkan ke penyidik dan dilakukan gelar perkara ulang, mestinya proses bisa berhenti,” ucapnya.

Tak hanya itu, Haruman juga mengkritik penahanan terhadap kliennya pada bulan Mei yang dinilai terburu-buru. Padahal belum ada ancaman hukum berat dan perkara pun belum jelas secara materiil.

“Ini jadi pelajaran bahwa proses hukum harus dijalankan secara adil sejak awal. Jangan sampai karena tekanan atau desakan pihak tertentu, akhirnya menimbulkan kerugian hukum bagi warga,” tuturnya.

Meski begitu, pihaknya tetap menghormati putusan Majelis Hakim dan berterima kasih kepada semua pihak yang menjaga jalannya proses sidang, termasuk aparat keamanan.

“Sidang dari awal sampai akhir berlangsung aman dan tertib. Walau di awal sempat ada gejolak dari warga yang memberi dukungan, semuanya tetap terkendali,” ungkapnya.

Ramba diketahui sebagai tokoh masyarakat yang menjabat sebagai Kepala Desa Ramang selama dua periode. Ia juga aktif dalam kegiatan sosial dan organisasi kemasyarakatan.

“Wajar kalau masyarakat bereaksi. Karena bagi warga, Pak Ramba bukan hanya pemimpin desa, tapi juga simbol perjuangan terhadap hak atas tanah,” kata Haruman.

BACA JUGA:  Pembayaran Tidak Jelas, Lembaphum Ancam Hentikan Aktivitas PT BMW di Areal Lahan yang Belum Dilunasi

Ia menekankan bahwa ke depan konflik tanah antara masyarakat dan perusahaan sebaiknya tidak serta-merta diseret ke ranah pidana. Ia mendorong adanya dialog dan keterbukaan.

“Banyak warga yang tidak tahu batas-batas HGU milik perusahaan. Begitu muncul masalah, langsung dilaporkan pidana. Ini tidak sehat,” tegasnya.

Ia mengungkapkan bahwa data HGU baru disampaikan secara terbuka setelah adanya rapat dengar pendapat (RDP) di DPRD. Sebelum itu, masyarakat tidak memiliki informasi yang jelas.

“Keterbukaan itu penting agar masyarakat tahu posisi mereka. Jangan sampai karena gap informasi, warga jadi korban kriminalisasi,” katanya.

Untuk saat ini, Haruman menyatakan fokus utama adalah menunggu respons dari Jaksa Penuntut Umum. Jika jaksa juga tidak mengajukan banding, maka putusan 4 bulan akan berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan langsung dieksekusi.

“Kami tentu berharap semua pihak berpikir bijak. Yang kami inginkan hanya keadilan yang masuk akal dan tidak merugikan warga kecil,” pungkasnya. (ds)