JAKARTA— Rapat paripurna DPR RI mengesahkan perubahan Undang-Undang TNI (RUU TNI) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna, Kamis, 20 Maret 2025.
Paripurna pengesahan RUU TNI dihadiri 293 anggota dewan. Adapun pimpinan DPR yang turut hadir dalam rapat hari ini adalah Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir.
Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra Alimudin Kolatlena mengatakan undang-undang TNI Nomor 34 Tahun 2004 itu tidak mengganggu desain politik yang dicita-citakan reformasi.
UU TNI, kata Kolatlena, justru berlandaskan prinsip supremasi sipil dan semangat reformasi.
“Artinya, UU TNI ini bukan langkah mundur dalam reformasi TNI, tetapi merupakan bentuk adaptasi terhadap dinamika pertahanan modern saat ini,” tandas Kolatlena saat dihubungi Wartawan di Parlemen Senayan, Kamis 20 Maret 2025.
Politisi Gerindra Dapil Maluku ini bilang substansi UU TNI jauh dari apa yang dikhawatirkan masyarakat. Kolatlena pun membantah isu revisi UU TNI menghidupkan dwifungsi militer.
Kolatlena menjelaskan bahwa Dwifungsi ABRI di zaman Orde Baru itu yakni keputusan-keputusan politik penting hanya diambil oleh ABG (ABRI, birokrasi, dan Golkar).
Kolatlena berujar pada masa orde baru, dwifungsi ABRI memberikan peluang TNI dan Polri menjadi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tanpa masuk pemilu dengan porsi 22 persen.
Kemudian, dwifungsi ABRI juga memungkinkan TNI dan Polri mengisi jabatan-jabatan eksekutif seperti gubernur, wali kota, dan bupati dengan sistem penunjukkan tanpa pemilu.
“Jadi, UU TNI tidak memiliki indikasi membuka peluang-peluang tersebut atau mau mengembalikan dwifungsi ABRI. Tidak,” imbuh Alimudin.
Sebaliknya, kata Kolatlena, UU TNI memperjelas batas-batas sejauh mana TNI dapat menempati jabatan publik.
Mantan Anggota DPRD Provinsi Maluku ini mengatakan pengesahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI sebagai bentuk penyesuaian institusi tersebut dengan perkembangan zaman saat ini.
Mengingat, lanjut Kolatlena, UU tersebut tidak pernah dilakukan revisi lebih dari dua dekade.
“Jadi, Undang-Undang TNI kan sudah dilakukan revisi terakhir 25 tahun lalu, jadi, wajar harus direvisi sesuai untuk menyesuaikan terhadap keadaan saat ini,” ujar Kolatlena.
Kolatlena pun menghimbau seluruh elemen masyarakat khususnya Maluku untuk tidak bersikap apriori terhadap Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) itu.
“Bagi masyarakat Maluku untuk tidak berpengaruh dengan framing yang disampaikan oleh segelintir orang itu. Karena revisi UU TNI ini akan semakin menegaskan fungsi TNI sebagai institusi yang adaptif dalam menjawab tantangan zaman saat ini,” imbuh Kolatlena.
Adapun penjelasan lengkap mengenai pasal demi pasal yang diubah dalam revisi UU TNI.
Pasal 47: Perluasan Penempatan Prajurit Aktif di K/L
Sebagaimana diatur dalam UU sebelumnya, saat ini prajurit aktif hanya dapat tergabung dalam 10 kementerian/lembaga (K/L), di antaranya Kemenko Polkam, Kementerian Pertahanan, Sekretariat Militer Presiden, Badan Intelijen Negara, Badan Siber dan Sandi Negara, Lemhanas, Dewan Pertahanan Nasional, Badan SAR Nasional, Badan Narkotika Nasional, serta Mahkamah Agung.
Revisi UU TNI menambah jumlah kementerian/lembaga (K/L) yang dapat ditempati prajurit aktif, dari 10 menjadi 15. Adapun K/L yang ditambahkan yaitu; Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Kejaksaan Agung, dan Sekretariat Presiden.
Untuk Sekretariat Presiden tidak dihitung sebagai penambahan K/L baru, karena berada di bawah Kementerian Sekretariat Negara yang sebelumnya memang sudah diakomodasi di dalam UU TNI melalui Setmilpres.
“Selain 15 K/L yang diatur dalam revisi UU, tidak ada penempatan prajurit aktif di mana pun, termasuk di BUMN. Adapun aturan mengenai prajurit aktif TNI tidak boleh berbisnis, itu masih sama dengan aturan sebelumnya, tidak ada yang berubah,” cetus Kolatlena.
Menurut Kolatlena, jika ada prajurit aktif yang bergabung di luar dari 15 K/L yang telah ditentukan, mereka wajib pensiun.
Pasal 53: Perpanjangan Usia Prajurit
Salah satu poin utama revisi adalah peningkatan batas usia pensiun prajurit.
Kolatlena mengatakan perpanjangan usia pensiun ini merupakan wujud kehadiran negara yang sudah sepantasnya diberikan kepada prajurit-prajurit TNI yang sudah mempertaruhkan nyawa mereka demi bangsa dan negara.
Dengan sejumlah pertimbangan dan masukan dari berbagai pihak, serta perbandingan dengan praktik di negara lain, revisi UU TNI memutuskan untuk menaikkan usia masa bakti prajurit setingkat tamtama dan bintara hingga 55 tahun.
Perwira sampai dengan pangkat Kolonel 58 tahun. Sementara untuk perwira tinggi, usia pensiunnya berjenjang dari 60 hingga 62 tahun.
Kecuali untuk perwira tinggi bintang 4, dengan usia pensiun 63 tahun dan dapat diperpanjang maksimal dua kali hingga 65 tahun.
“Saya kira semua ini dilakukan tanpa mengorbankan proses regenerasi di tubuh TNI,” pungkas Alimudin Kolatlena.
(adista)