Oleh : MAULANA KAWIT**
TULISAN ini pertama kali saya buat ketika menjelang Konfercab HMI Cabang Palangkaraya Ke-XXXIII Pada Tanggal 28-30 Juni 2016 saat itu saya masih menjabat sebagai Ketua Umum HMI Komisariat Katingan Periode 2015-2016 dengan Judul tulisan MAU DIBAWA KEMANA HIMPUNAN INI ? (Sebuah Gugatan Terhadap Realita Kader HMI Cabang Palangkaraya)
Setelah kita semua sepakat tentang sosok yang luar biasa dalam himpunan ini maka tidak salah kiranya kita memetik pelajaran penting dalam perjalan sejarah dari ayahanda kita Lafran Pane dalam berperoses di Himpunan tercinta ini.
Dalam tulisan singkat ini penulis hanya ingin mengajak kawan-kawan seperjuangan meluruskan dan merapatkan barisan dalam perjuangan kita ini, dalam menghadapi sejarah kita semua. Konfercab adalah wadah tertinggi dalam pengambilan keputusan tingkat cabang dimana utusan-utusan terbaik komisariat yang diberikan mandat dalam merumuskan kebijakan, pilihan pemimpin baru di himpunan ini. Sebelum menginjak hal tersebut tak salah kiranya bila merenungkan kembali tujuan dasar kita berhimpun melalui Refleksi sejarah HMI.
Dianggap perlu kita mengiat sejarah perjuangan HMI untuk dijadikan refleksi perjuangan di era dinamika organisasi ini. Sebab, dengan memahami sejarah HMI secara baik akan memudahkan kader HMI dalam merumuskan arah organisasi, karena untuk menggas HMI di masa yang akan datang membutuhkan dialetika antara masa lalu dan kondisi hari ini.
Berdasarkan Kongres XI HMI di Bogor Tanggal 23-30 Mei 1974 menetapkan Lafran Panesebagai pemrakarsa lahir/berdirinya organisasi dan disebut sebagai pendiri HMI. Secara Formal, keputusan itu telah tertuang dalam ketetapan kongres XI HMI No. XIII/XI/1974, tanggal 29 Mei 1974.
Dalam perjalan sejarah tercatat setelah ketetapan Kongres tersebut maka PB HMI mengutus Chumadiy Syarif Romas sebagai MPK(Majelis Pekerja Kongres) PB HMI ke Yogyakarta di kediaman Lafran Pane guna menyampaikan keputusan Kongres tersebut.
Terjadi dialog keras antara Chumaidy dengan ibu Marta Dewi (istirnya Lafran Fane) wanita asal Bengkulu ini menolak kala itu Marta Dewi mengatakan: “Sangat egois jika Bapak menerima keputusan tersebut, perjuangan tidak akan ada artinya.”
Lafran Pane sendiri tidak memberikan komentar atas ketetapan nasional ini. Bahkan Lafran Pane sendiri menyatakan terlalu subyektif dan pribadi sekali menyatakan demikian.
Dengan teratur Chumadiy Syarif Romas menjelaskan bahwa penetapan Lafran Pane sebagai pendiri HMI telah sesuai bukti-bukti yang ada, dan dimaksudkan demi menyelamatkan HMI, karena sudah ada beberapa orang terang-terangan mengaku sebagai pendiri HMI.
Maka jika tidak ditetapkan, dapat terjadi perdebatan yang tak kunjung tuntas siapa sesungguhnya yang menggas pendirian HMI. Intinya, penetapan Lafran Pane sebagai pendiri HMI selain untuk kepastian sejarah juga untuk menyelamatkan HMI.
Lafran Pane tercatat dalam sejarahnya sebagai tokoh yang luar biasa terhadap himpunan (HMI) memiliki hal yang patut kita teladani.
Bayangkan saja dari Pemarkarsa HMI yang menjabat sebagai ketua pertama pada tanggal 5 Februari 1947, tak lama pada tanggal 22 Agustus 1947 atau 6 bulan setelah HMI berdiri Lafran Pane mengadakan pergantian dan penyegaran kepengurusan agar posisi HMI semakin kuat dalam dunia kemahiswaan digantilah M.S. Mintaredja sebagai ketua dan Lafran Pane sebagai wakil ketua.
Lafran Pane tidak mau apabila karena dirinya terhalangkan kemajuan HMI karna Lafran Pane dari STI membuat mahasiswa diluar STI tidak bergabung. Bayangkan jiwa kebesaran beliau yang tidak pernah menonjolkan almamater kuliah inilah yang menyebabkan HMI besar seperti sekarang ini.
Bila kita lihat berbanding dengan kondisi kita sekarang hampir setiap Konfercab selalu membeda-bedakan Almamater HMI Katingan, HMI Bontok, HMI Pangkalambun, HMI Persiapan Muara Teweh, UNPAR, STAIN, Ahmad Dahlan.
Apabila ego ini yang dibawa percayalah HMI Cabang Palangkaraya tidaklah lebih dari perkumpulan “Para Pedang Kaki Lima” yang masing-masing penjual menawarkan barang daganganya lebih bagus. Inilah yang menurut Norholis Majid lebih baik “bubarkan” saja HMI ini yang sudah jauh dari gerak perjuangan yang dicita-citakan. Akankah kita terus seperti ini??? Keoptimisan itu selalu ada meminjam ucapan Jenderal Sudirman yang hadir saat Dies HMI yang pertama tanggal 6 Februari 1948 yang menyatakan bahwa HMI bukan saja harapan umat Islam saja tapi harapan bangsa ini (saat itu istilah HMI bukan saja diterjemahkan sebagai Himpunan Mahasiswa Islam tapi juga diterjemahkan (Harapan Masyarakat Indonesia) bisakah kita buktikan hal itu? Mari kita berbenah.
Meletakkan dan Memelihara Garis Independen
Menurut A. Dahlan Ranuwihardo dalam buku Achmad Tirtosudiro, dkk menceritakan Dalam kongres HMI Ke-19 yang diselenggarakan di Wisma Haji Pondok Gede, A. Dahlan Ranuwihardo melakukan obrolan sewaktu sama-sama mengikuti sidang pleno tanggal 12 September malam. Di situ Lafran Pane dan A. Dahlan Ranuwihardo sama-sama prihatin tentang garis-independen HMI, kalau-kalau ada usaha campur tangan dari luar atas pemilihan calon ketua umum PB.
Andaikata campur tangan itu datang dari beberapa oknum alumni HMI, ini pun tidak dapat dibenarkan, karena independen HMI itu juga tidak dapat dibenarkan, karena independen HMI itu juga berlaku terhadap para alumninya. Mengenai calon ketua umum PB. Lafran Pane dan A. Dahlan Ranuwihardo berpendapat: Hands off (jangan campuri) Kongres HMI, biarkanlah para utusan Kongres menjatuhkan pilihanya masing-masing; dalam soal pemilihan ketum PB, setiap alumni sebaiknya bersikap mendukung semua calon ( walau dalam batin punya pilihan lain) dan mendukung siapa saja yang terpilih.
Bayangkan di PB HMI saja setiap Kongres setiap kelompok kepentingan merapat dalam kancah perebutan kekuasaan Pimpinan, hal serupa juga tidak jauh berbeda dari HMI Cabang kita sendiri, setiap tahun permasalahan independensi selalu dipertaruhkan, penulis tidak akan banyak bicara mengenai hal ini apakah kita tidak sadar kita selalu mengulangi kesalahan yang sama seperti “Keledai” yang masuk dalam lubang yang sama.
Kemerdekaan Individu dan kebenaran yang kita junjung hari ini kita pertaruhkan. Mahasiswa yang identik dengan berfikir kritis rasional dan objektif mari kita buktikan. Bukan perdebatan yang hanya bisa menyalahkan, bukan intruksi yang memuaskan seseorang tetapi pergulatan pemikiran tentang perbaikan dan persahabatan dalam himpunan yang menciptakan para kader yang bebas dan bertanggung jawab.
Tak salah kiranya dikesempatan ini kita mengingat makna himpunan.
Himpunan adalah kumpulan benda-benda atau objek yang dapat didefenisiakan dengan jelas. Konsep tentang himpunan pertama kali dikemukakan oleh seorang matematikawan berkebangsaan Jerman, yaitu George Cantor (1845-1918).
Himpunan dapat juga diartikan sebagai kumpulan benda atau obyek-obyek atau lambang-lambang yang mempunyai arti yang dapat didefinisikan dengan jelas mana yang merupakan anggota himpunan dan mana bukan angota himpunan.
Mengacu kepada konsep tersebut, maka himpunan mahasiswa Islam dapat dipahami sebagai kumpulan dari penyebut-penyebut yang berbeda, namun terikat pada pembilang yang sama, misalnya 1/2, 1/4, dan seterusnya. Walaupun penyebutnya berbeda, namun pembilangnya tetap anggka 1, itulah islam. Islam itu sebagai pembilang dari kumpulan sebutan-sebutan yang berbeda. Biar kita berbeda HMI Katingan, HMI Bontok, HMI Pangkalambun, HMI Persiapan Muara Teweh, UNPAR, STAIN, Ahmad Dahlan namun kita tetap satu HMI Cabang Palangkaraya.
Seperti dikatakan oleh Baharudin Aritonang: “ Setahu saya, yang masuk di HMI itu macam-macam, yang sadar Keislamannya 10 persen masuk, 20 persen masuk, 30 persen masuk, yang agak keras masuk, yang bagus keislamanya masuk, yang ekstrem-ekstrem juga masuk, pokoknya islam model apa saja masuk di HMI. Lalu, yang pengetahuanya lebih itulah yang mengajari yang kurang……. Ya belajar bersama-sama”.
Selamat Milad Himpunan Ku, Jayalah HMI
Billahitaufik Walhidayah
Kasongan, 5 Februari 2017
MAULANA KAWIT
(**Kader HMI Katingan (Sekretaris HMI Cabang Palangka Raya periode 2016-2017)