BMKG: La Nina Meningkatkan Curah Hujan hingga 70 Persen di 2020

Tangkapan layar Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ardhasena Sopaheluwakan dalam webinar "Literasi dan Aksi Ilim Generasi Muda Religius Lintas Agama", Selasa 30 November 2021. ANTARA/Sanya Dinda

JAKARTA – Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Ardhasena Sopaheluwakan, mengatakan, curah hujan di beberapa wilayah Indonesia meningkat hingga 70 persen karena fenomena la nina pada 2020 lalu.

“Tahun lalu kita juga mengalami la nina dan BMKG mencatat curah hujan meningkat bahkan di beberapa tempat lebih tinggi hingga 70 persen dari angka normal yang biasa terjadi di wilayah tersebut,” kata Ardhasena dalam webinar “Literasi dan Aksi Ilim Generasi Muda Religius Lintas Agama” yang dipantau di Jakarta, Selasa 30 November 2021.

Selain la nina, aktivitas manusia yang mengubah bumi secara signifikan membuat bencana alam seperti banjir dan tanah longsor semakin banyak terjadi. Bencana-bencana ini pun merugikan manusia baik secara ekonomi, sosiologis, maupun psikologi.

BACA JUGA:   BMKG Kotim Perkirakan Cuaca Berawan Hingga Hujan Lebat Sepekan ke Depan

Menurut Ardhasena, suhu bumi sebetulnya terus berubah, tetapi sejak sekitar 140 tahun lalu suhu bumi mengalami peningkatan yang signifikan. Saat ini temperatur bumi pun telah mencapai sekitar 1,1 sampai 1,2 derajat Celsius di atas periode pra industri.

“Kesepakatan Paris pada 2015 lalu pun berpaya memperkenalkan temperatur bumi untuk dijaga agar kenaikannya tidak mencapai 1,5 derajat Celsius. Karena kalau sudah naik tidak dikembalikan ke keadaan semula,” kata Ardhasena.

BMKG melakukan sejumlah program literasi agar informasi mengenai iklim, perubahan iklim, dan bencana alam yang diakibatkannya menjadi informasi mainstream dan menjadi bagian dari kesadaran publik.

BACA JUGA:   Warga Kotim Merasa Gempa Bumi Dua Kali Dalam Sehari

“BMKG telah melaksanakan literasi iklim dalam beberapa bentuk dan sasaran, yakni Sekolah Lapangan Iklim untuk Sektor Pertanian, Sekolah Lapangan Cuaca Nelayan untuk Sektor Pesisir, dan Literasi Iklim Generasi Muda dan Masyarakat Berbasis Komunitas,” tambahnya.

Dalam kegiatan tersebut, BMKG mencoba menyampaikan informasi terkait perubahan iklim yang mudah dipahami berdasarkan fakta. Pengarusutamaan isu ini pun diharapkan dapat meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menginisiasi aksi nyata untuk menjaga lingkungan hidup.

Generasi muda di kelompok-kelompok agama juga menjadi sasaran BMKG karena mereka dapat berperan sebagai penggerak dalam mengadvokasi isu perubahan iklim.

“Sosial media dan aksi komunitas menjadi platform yang paling efektif sebagai media pengarusutamaan perubahan iklim kepada masyarakat luas,” ucapnya.

(Antara)