Desa Karuing Simpan Potensi Alam dan Budaya

Tradisi mandi-mandi calon pengantin yang masih dilestarikan di Desa Karuing.

KASONGAN – Desa Karuing Kecamatan Kamipang Kabupaten Katingan menyimpan beragam potensi wisata alam dan budaya. Salah Satunya tradisi mandi-mandi sebelum acara pernikaha.

Pernikahan mempunyai makna sakral di setiap masyarakat di belahan dunia. Segi transendensi pernikahan di berbagai daerah melalui berbagai proses yang melibatkan kultur atau tradisi dimana masyarakat itu tumbuh.

Mulai dari persiapan sampai berbagai prosesi ritual yang mesti dilakukan demi terselesaikannya keseluruhan rangkaian acara. Ada satu adat yang sering dilakukan oleh calon pengantin yaitu mandi-mandi pengantin.

Tradisi mandi pengantin dalam praktiknya seperti memercikkan air memakai mayang pinang kepada calon mempelai yang sedang dimandikan. Terdapat keyakinan ketika ritual ini tidak dilakukan dapat menyebabkan hal yang tidak diinginkan.

BACA JUGA:  Kasus Dugaan Penipuan Tiket Konser, Tersangka Wara Wiri Fest Resmi Dilimpahkan ke Kejari

Upacara mandi-mandi pengantin menjadi sarana calon pengantin untuk membentengi diri dari masalah-masalah kejiwaan dan dari berbagai gangguan yang datang dari luar.

Dengan kata lain, mandi-mandi pengantin dipercaya sebagai sarana untuk menangkal penyakit, baik penyakit lahir atau batin, juga merupakan sebagai penghalat atau penangkal dari perbuatan-perbuatan jahat. Pada waktu yang sama ritual mandi-mandi menjadi jalan untuk memperoleh keberkahan.

“Kita ketahui bersama, sekarang moderenisasi terus berkembang. namun yang terlebih penting ialah adat istiada kita harus tetap terjaga. Proses mandi-mandi yang masih lestari di Desa Karuing,” ungkap Raya Sadianor pegiat pariwisata di desa Karuing.

BACA JUGA:  Bocah 14 Tahun di Sampit Jadi Korban Asusila Pria Baru Dikenal

Mandi pengantin dilakukan umumnya di halaman rumah dengan menggunakan pagar mayang. Pelaksanaan mandi pengantin dilakukan pada sore atau malam hari menjelang tiga hari sebelum acara besanding, biasanya disaksikan oleh keluarga. Waktu ini dipilih sebagai simbol peralihan masa remaja menuju dewasa.

“Hal ini dapat di kemas menjadi salah satu destinasi wisata di Pesona Punggu Alas  dan dapat ditawarkan bagi para wisatawan yang berkunjung untuk mengenal lebih dekat adat dan budaya setempat,” harapnya.

(Kawit)