Truk Kayu Rugikan Jalan Negara di Sampit, Kadishut Kalteng Angkat Suara: “Ini Pelanggaran Serius!”

IST/BERITASAMPIT - Truk pengangkut saat melintas di Jalan S. Parman Sampit, Kotawaringin Timur, menuju pelabuhan Sampit.

PALANGKA RAYA – Aktivitas pengiriman kayu olahan melalui Pelabuhan Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah (Kalteng), kembali menjadi sorotan.

Pasalnya, truk-truk pengangkut kayu disebut menggunakan jalan negara yang bukan peruntukannya, memicu kekhawatiran masyarakat akan potensi kerusakan jalan dan risiko kecelakaan.

Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Provinsi Kalteng, Agustan Saining, mengecam penggunaan jalan negara oleh truk-truk pengangkut kayu.

Ia menegaskan bahwa angkutan berat, termasuk truk kayu, tidak semestinya melewati jalan umum karena dapat merusak infrastruktur yang dibangun dengan dana publik.

“Sesuai arahan Pak Gubernur, truk pengangkut tidak boleh lebih dari 8 ton, maksimal 10 ton. Apalagi kayu, tidak boleh menggunakan jalan negara,” tegas Agustan saat ditemui di Istana Isen Mulang, rumah jabatan Gubernur Kalteng, Selasa malam, 10 Juni 2025.

Ia menyebutkan, hingga kini pihaknya belum menerima laporan resmi mengenai aktivitas pengangkutan kayu tersebut. Namun jika ditemukan pelanggaran, pihaknya akan mengambil tindakan tegas sesuai ketentuan yang berlaku.

Di sisi lain, seorang sopir truk yang ditemui mengaku bahwa arus pengiriman dari Sampit menuju Pulau Jawa saat ini lancar.

BACA JUGA:  DPRD Kalteng Soroti Rendahnya Serapan Anggaran dan Temuan BPK dalam Pertanggungjawaban APBD 2024

“Sekarang muatan gampang, rata-rata kami bawa kayu masak pulang ke Jawa. Dulu kadang bisa kosong pulang,” ujarnya tanpa menyebutkan nama.

Saat ditanya mengenai jenis kayu yang diangkut, sopir itu mengaku tidak mengetahui secara pasti. “Kadang kayu ulin, tapi saya kurang paham jenis-jenisnya,” tambahnya.

Menanggapi isu ini, Organisasi Masyarakat Komunitas Peduli Kotim (KPK) mendesak aparat penegak hukum (APH) agar segera turun ke lapangan.

Ketua KPK, Audy Valent, mempertanyakan legalitas asal-usul kayu yang diangkut dan menduga adanya penyalahgunaan dokumen perizinan.

“Kami minta APH sesekali turun langsung untuk memastikan lokasi kerja sesuai dengan IPK (Izin Pemanfaatan Kayu) yang diterbitkan. Jangan sampai ada penyalahgunaan dokumen yang membuat kayu ilegal terkesan legal,” kata Audy.

Ia juga menyoroti kemungkinan bahwa dokumen IPK diterbitkan di satu kabupaten, sementara lokasi pengambilan kayu berada di wilayah lain. Menurutnya, hal ini dapat menyalahi aturan dan merugikan daerah.

BACA JUGA:  Pemprov Kalteng Siapkan Pengerukan Muara Sungai untuk Optimalkan Pelabuhan Batanjung dan Bahaur

“Para pengusaha tidak bisa hanya berlindung di balik kewajiban membayar pajak. Dokumen legal harus sesuai dengan lokasi kerja. Tidak bisa semaunya,” tegasnya.

Sebagai tindak lanjut, KPK berencana melayangkan surat resmi ke instansi terkait untuk meminta penyelidikan terhadap aktivitas pengiriman kayu melalui Pelabuhan Sampit.

Audy berharap ada penelusuran menyeluruh, mulai dari pelabuhan hingga ke lokasi pengambilan kayu.

“Kami ingin ada pemeriksaan mendadak. Jangan sampai kondisi hutan Kotim yang sudah memprihatinkan makin terancam oleh praktik ilegal berkedok legal,” pungkasnya.

(Sya’ban)