Praktisi Hukum Kalteng Bongkar Dugaan Pelanggaran PT Agrinas: Kuasai Hutan Tanpa Legalitas!

NARDI/BERITASAMPIT - Praktisi Hukum Kalteng M Sofyan Noor.

SAMPIT – Praktisi hukum Kalimantan Tengah, Muhammad Sofyan Noor, melontarkan kritik tajam terhadap PT Agrinas Nusantara Palma, sebuah BUMN yang dinilai telah menguasai kawasan hutan tanpa legalitas yang sah.

Menurut Sofyan, tindakan tersebut bukan hanya menyalahi aturan, tapi juga mencederai prinsip keadilan dan tata kelola sumber daya alam.

“Saya menyayangkan sikap PT Agrinas yang saat ini sudah berada di wilayah Kotawaringin Timur (Kotim), bahkan informasinya sudah mulai masuk ke perkebunan-perkebunan sawit yang katanya telah disita oleh tim Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH),” ungkap Sofyan, Senin 21 Juli 2025.

Sosok aktivis ini juga mempertanyakan legalitas penguasaan kawasan tersebut oleh PT Agrinas. Menurutnya, pengelolaan kawasan hutan tidak bisa dilakukan tanpa adanya izin pelepasan kawasan dari instansi yang berwenang.

“Pertanyaan saya, apakah PT Agrinas sudah memiliki izin atas pengelolaan kawasan hutan tersebut? Karena kalau hanya berpegang pada dalil bahwa kawasan itu telah disita oleh Satgas PKH,” ungkapnya

Kemudian Agrinas langsung mengelola, artinya mereka mengelola kawasan hutan juga sama seperti perusahan sebelumnnya, itu menyalahi aturan. Penguasaan itu harus melewati proses hukum, bukan hanya berdasarkan klaim.

Sofyan menambahkan, penetapan kawasan hutan oleh Satgas PKH yang hanya didasarkan pada Perpres Nomor 5 Tahun 2025, padahal tidak memiliki kekuatan hukum yang cukup. Apalagi, dalam Perpres tersebut tidak ada ketentuan yang secara eksplisit memberi kewenangan kepada Satgas untuk melakukan penyitaan atau pengelolaan langsung kawasan hutan.

“Perusahaan-perusahaan yang disebut melanggar kawasan hutan selama ini pun sudah mengurus izin yang memakan waktu selama dua hingga tiga tahun. Sementara PT Agrinas baru beberapa bulan sejak adanya penyegelan, namun langsung masuk dan mengelola. Ini justru menimbulkan kecurigaan,” katanya.

BACA JUGA:  Transformasi Layanan Dasar Terpadu Posyandu Hingga ke Pelosok

Menurut Sofyan, tindakan PT Agrinas tidak memiliki kekuatan hukum atas pengelolaan kawasan hutan, dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, khususnya Pasal 58, yang mengatur ketentuan tentang pengelolaan kawasan hutan. Ia menyebut, PT Agrinas tidak memiliki kekuatan hukum atas pengelolaan lahan yang diklaim telah disita tersebut.

“Kasihan para investor yang telah lebih dulu mengembangkan usaha perkebunan sawit di wilayah Kotim maupun Kalteng secara umum. Kenapa PT Agrinas bisa begitu saja mengelola kawasan hutan, sementara perusahaan lain tidak bisa. Ada apa ini? Apakah ini kecemburuan sosial dan kesan adanya kepentingan tertentu,” kata Sofyan.

Sehingga sebenarnya masalah tersebut carut marut, dan ia juga mempertanyakan dasar PT Agrinas saat memasuki area perkebunan sawit yang sebelumnya dikelola perusahaan lain.

“Apakah mereka memiliki surat penetapan, penyitaan, atau penyegelan dari tim Satgas PKH? Apakah mereka memiliki surat tugas resmi? Adakah petunjuk teknisnya? Jangan sampai mereka seenaknya menguasai lahan yang diklaim sebagai kawasan hutan tanpa kejelasan hukum. Ini sangat ironis,” ucapnya.

Lebih lanjut, Sofyan mengkritisi pola komunikasi yang dilakukan oleh Satgas PKH dengan pemerintah daerah. Ia menyebut bahwa selama ini Satgas hanya mengundang pejabat daerah seperti Ketua DPRD atau Bupati hanya untuk hadir dalam acara, bukan untuk menyetujui tindakan penyitaan.

“Saya tegaskan, kehadiran pejabat daerah itu bukan berarti bentuk persetujuan. Mereka hanya diundang, bukan memberi persetujuan resmi. Padahal seharusnya pemerintah pusat melakukan koordinasi lebih dulu dengan daerah, karena ada undang-undang otonomi daerah, apalagi menyangkut penyitaan atau penyegelan lahan,” tegasnya.

BACA JUGA:  Gubernur Agustiar Sabran: Pendidikan Harus Lahirkan Generasi Cerdas dan Berakhlak

“Jangan mentang-mentang dari pusat lalu tidak ada koordinasi, seolah pemerintah daerah takut, harus tetap ada koordinasi,” tambahnya.

Sofyan juga menyayangkan sikap diam dari institusi-institusi yang tergabung dalam Satgas PKH, seperti kepolisian dan instansi kehutanan.

“Saya heran, kenapa aparat seperti pihak kepolisian dan pejabat kehutanan yang tergabung dalam Satgas ini seolah-olah diam saja? Ada apa? Ini yang patut dipertanyakan semua,” ujarnya.

Ia pun menegaskan bahwa persoalan ini bukan hanya soal perusahaan jadi kacau, tetapi berdampak langsung pada masyarakat.

“Masyarakat menjadi bingung karena lahan yang dulunya bisa mereka manfaatkan, sekarang diklaim sebagai milik negara. Jadi mereka memanen karena katanya disita negara,” ungkapnya.

Namun di sisi lain, mereka tidak tahu mana yang benar atau salah, akhirnya mereka tetap panen. Ini kondisi di lapangan.

“Pertanyaannya sekarang, hukum ini mau dibawa ke mana? Apakah kita masih menjunjung supremasi hukum? Saya bicara ini bagian dari upaya meluruskan carut-marut yang terjadi,” pungkas Sofyan.

(Nardi)