Jika TPP Dihapus, Bupati Kotim Dinilai Tidak Berpihak Kepada ASN

NARDI/BERITASAMPIT - Pengamat Hukum Kotim Nurahman Ramadani.

SAMPIT – Wacana pengurangan bahkan penghapusan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) memicu kritik tajam.

Pengamat hukum Kotim, Nurahman Ramadhani menilai, jika kebijakan itu benar-benar dijalankan, maka menunjukkan bahwa Bupati Kotim tidak berpihak kepada para ASN yang selama ini telah mengabdi dan menjadi ujung tombak pelayanan publik.

“Penghapusan TPP bukan hanya persoalan anggaran. Ini menyangkut keberpihakan kepala daerah terhadap pegawainya sendiri. Jika Bupati tidak memperjuangkan TPP, maka itu tanda lemahnya komitmen terhadap kesejahteraan ASN,” tegas Nurahman, Rabu 23 Juli 2025.

Nurahman menyebut hal itu bukan hanya berdampak pada kinerja ASN, tetapi juga akan memengaruhi perputaran ekonomi lokal di Sampit.

“TPP itu bukan sekadar tunjangan tambahan, tapi menjadi penopang penghidupan banyak ASN di luar gaji pokok. Apalagi banyak dari mereka yang memiliki cicilan atau tanggungan rutin, seperti biaya sekolah anak hingga kuliah,” ujarnya.

Ia menilai, TPP selama ini menjadi bentuk apresiasi pemerintah daerah atas kerja dan dedikasi ASN.

BACA JUGA:  Dukungan Mengalir, Praktisi Desak Polda Tuntaskan Skandal Pelabuhan Kotim

Jika TPP dihapus, semangat kerja ASN dikhawatirkan akan menurun drastis dalam memberikan pelayanan masyarakat, karena mereka merasa tidak lagi dihargai sebagaimana mestinya.

“Bayangkan saja kinerja pelayanan publik saat ini dengan TPP masih banyak dikeluhkan apalagi dikurangi bahkan tanpa TPP, bagaimana nanti kinerja layanan kepada masyarakat,” ujarnya.

Nurahman juga mengingatkan, belanja pegawai melalui TPP sejatinya ikut berkontribusi terhadap perputaran ekonomi daerah.

“Kotim ini cukup banyak ASN, pastinya mereka berbelanja di Sampit, tinggal dan hidup di sini. Kalau TPP dihapus, daya beli mereka turun. Imbasnya ke pelaku usaha juga terasa. Kita bicara efek domino di sini,” katanya.

Selayaknya program efisiensi anggaran yang sekarang berjalan, perputaran ekonomi menjadi lesu, maka harus ada kajian mendalam terkait kebijakan penghapusan TPP.

Jika memang kebijakan pengurangan anggaran TPP karena belanja pegawai yang terlalu banyak, maka bagaimana selama ini dalam penyusunan anggaran apakah tidak dipikirkan, maka pemerintah harus mencari solusi terbaik untuk kesejahteraan pegawai.

BACA JUGA:  Pantai Ujung Pandaran Kembali Hidup, Ribuan Wisatawan Serbu Usai Libur Lebaran

Selain itu juga TPP selama ini dikeluhkan sering terlambat, harus ada solusi dari Bupati untuk memperjuangkan hak para pegawai yang sudah bekerja.

Ia pun mendorong DPRD Kotim juga bisa mengambil sikap dan segera memanggil pihak eksekutif berdiskusi bersama, guna mencari konkret soal mandeknya pembayaran TPP, ataupun wacana akan dihapuskan, karena Legislatif juga bermitra dengan dinas-dinas.

“Jangan sampai ada kekecewaan yang meluas dari para pegawai, karena ini menyangkut semangat dan kualitas pelayanan publik,” tegasnya.

(Nardi)