Oleh: Mukhtarudin, Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR RI, Waka Dekopin
Pada 2025, Indonesia berdiri di persimpangan sejarah dalam upaya mewujudkan kedaulatan energi yang sejati.
Sebagai bangsa dengan potensi sumber daya alam yang melimpah dari sinar matahari hingga cadangan panas bumi terbesar di dunia, kita memiliki modal besar untuk menjadi kekuatan energi Global.
Namun, perjalanan menuju kedaulatan energi, yang tidak hanya tentang kemandirian pasokan tetapi juga keadilan akses dan keberlanjutan lingkungan, masih diwarnai tantangan struktural dan dinamika geopolitik.
Sebagai Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR RI, saya ingin mengajak seluruh elemen bangsa untuk merenungkan langkah strategis yang harus kita ambil, sekaligus menegaskan komitmen Golkar dalam memperjuangkan visi energi yang berpihak pada rakyat.
Realitas dan Ambisi: Menimbang Progres Transisi Energi
Kedaulatan energi merupakan aspek kritis dalam kebijakan nasional Indonesia, terutama dalam konteks transisi energi menuju sumber terbarukan yang berkelanjutan.
Data dari Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2025 yang dirilis IESR menunjukkan bahwa transisi energi Indonesia masih berada pada fase konsolidasi, dengan progres yang terhambat.
Target bauran energi terbarukan yang awalnya 23% pada 2025 telah direvisi menjadi 17-19%, dengan realisasi pada 2023 hanya mencapai 13,29% atau 13,155 MW dari potensi lebih dari 443 GW.
Bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam sistem kelistrikan nasional per Mei 2025 mencapai 14,2 persen. Angka ini masih berada di bawah target yang ditetapkan dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) tahun 2025 sebesar 15,9 persen.
Angka ini mencerminkan tantangan nyata, ketergantungan pada energi fosil, terutama batu bara yang menyumbang 40% bauran energi nasional, masih mendominasi. Sementara itu, kapasitas energi terbarukan seperti surya dan hidro hanya berkontribusi 14,58% dari total kapasitas terpasang 91,2 GW pada 2023.
Namun, di tengah tantangan ini, ada sinyal kemajuan. Komitmen Presiden Prabowo Subianto pada KTT G20 di Brazil, yang menargetkan penghentian penggunaan energi fosil pada 2040 dan 100% energi terbarukan pada 2035, adalah langkah berani.
Investasi sebesar USD 8 miliar melalui Danantara untuk pembangunan kilang dan kerja sama dengan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) untuk proyek energi terbarukan menunjukkan keseriusan pemerintah.
Peraturan Menteri ESDM No. 10/2025 tentang roadmap pensiun batu bara juga menjadi tonggak penting, meskipun implementasinya masih memerlukan koordinasi lintas sektor yang lebih kuat.
Tantangan Struktural: Regulasi, Pendanaan, dan Koordinasi
Kedaulatan energi tidak akan tercapai tanpa mengatasi hambatan struktural yang menghambat. Pertama, ketidakpastian regulasi menjadi momok bagi investor swasta, yang sebenarnya memiliki potensi besar untuk menutup kesenjangan pendanaan sebesar USD 7 miliar per tahun.
Keterlambatan lelang pembangkit energi terbarukan oleh PT PLN sejak 2019, ditambah dengan dampak pandemi COVID-19 dan kenaikan suku bunga global, telah memperlambat investasi.
Fraksi Golkar DPR, melalui Komisi XII berkomitmen untuk mendorong penyusunan regulasi yang lebih prediktif dan ramah investasi, termasuk insentif pajak dan kemudahan perizinan untuk proyek energi terbarukan.
Kedua, koordinasi antar-pemangku kepentingan masih lemah. Pemerintah daerah, yang memiliki peran strategis dalam pengembangan energi terbarukan, perlu mengalokasikan anggaran minimal Rp 1 triliun per tahun untuk mendukung proyek seperti PLTS Atap dan mikrogrid berbasis energi terbarukan.
Sayangnya, hingga 2025, banyak daerah yang belum memenuhi target ini, sebagian karena keterbatasan fiskal dan kurangnya pemahaman tentang urgensi transisi energi. Golkar akan terus mengadvokasi penguatan kapasitas pemerintah daerah melalui pelatihan dan alokasi dana transfer yang lebih terarah.
Ketiga, kesenjangan teknologi dan sumber daya manusia menjadi tantangan tersendiri. Pengembangan energi terbarukan, seperti PLTS Atap yang ditargetkan mencapai 3,61 GW pada 2025, memerlukan tenaga kerja terampil dan teknologi yang kompetitif.
Dengan potensi menciptakan 121,500 lapangan kerja dan investasi hingga Rp 63,7 triliun, program ini harus didukung dengan pelatihan vokasi dan transfer teknologi dari mitra internasional.
Geopolitik dan Ancaman terhadap Kedaulatan
Di tengah ambisi nasional, kita tidak bisa mengabaikan dinamika geopolitik. Perjanjian perdagangan dengan Amerika Serikat, yang sedang dirundingkan pada 2025, menuai kekhawatiran dari kalangan masyarakat sipil.
Ada risiko bahwa kesepakatan ini dapat membatasi ruang kebijakan Indonesia untuk mengelola sumber daya energi dan mineral secara mandiri, yang justru menjadi kunci kedaulatan energi.
Fraksi Golkar mendorong pemerintah untuk memastikan bahwa setiap perjanjian internasional mendukung prinsip transisi energi yang adil, bukan malah memperkuat ketergantungan pada pihak asing.
Sebaliknya, peluang kerja sama dengan negara-negara BRICS, seperti India, China, dan Brazil, harus dimaksimalkan. Strategi perjanjian offtake jangka panjang untuk ekspor mineral dan energi dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat energi-mineral di global selatan.
Namun, ini harus diimbangi dengan penguatan industri hilir domestik agar nilai tambah tetap berada di tangan rakyat Indonesia.
Visi Golkar: Energi untuk Kesejahteraan Rakyat
Sebagai partai yang selalu mengedepankan kepentingan rakyat, Golkar melihat kedaulatan energi sebagai jalan menuju kesejahteraan yang inklusif.
Kami berkomitmen untuk mengutamakan keadilan energi, memastikan bahwa transisi energi tidak hanya berfokus pada target emisi, tetapi juga pada akses energi yang terjangkau bagi masyarakat pedesaan dan pulau-pulau terpencil.
Dan mendorong inovasi SDM guna mendukung program pelatihan tenaga kerja dan kerja sama teknologi untuk mempercepat adopsi energi surya, hidro, dan panas bumi.
Menuju Indonesia Emas 2045
Kedaulatan energi bukanlah sekadar jargon, tetapi visi nyata untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang mandiri, berdaulat, dan berkelanjutan.
Dengan potensi energi terbarukan yang luar biasa, komitmen politik yang kuat dari Presiden Prabowo, dan dukungan DPR, saya optimistis bahwa kita dapat melampaui target 17-19% pada 2025 dan menuju 100% energi terbarukan pada 2035.
Namun, ini membutuhkan kerja keras bersama pemerintah, DPR, swasta, dan masyarakat untuk mengatasi hambatan dan memanfaatkan peluang.
Fraksi Golkar DPR RI siap menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan kebijakan yang tidak hanya mengamankan pasokan energi, tetapi juga melindungi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Mari kita wujudkan Indonesia Emas 2045 dengan energi yang bersih, terjangkau, dan berdaulat! (***)