Mengakhiri Paradoks Maluku Dari Kaya Sumber Daya Menuju Kesejahteraan Nyata

Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra Dapil Maluku Alimudin Kolatlena.

JAKARTA– Anggota DPR RI Alimudin Kolatlena menegaskan Provinsi Maluku, dengan julukan ‘The spicy island’ penghasil rempah-rempah terbesar memiliki potensi besar untuk menjadi motor pembangunan di Indonesia Timur.

Kolatlena mengaku di bawah kepemimpinan Gubernur Hendrik Lewerissa, sejumlah kebijakan strategis telah digulirkan termasuk penguatan konektivitas melalui Maluku Integrated Port (MIP) yang jadi salah satu program dalam RPJM 2025 -2029 sebagai proyek strategis nasional.

Namun, Kolatlena, melihat kondisi saat ini, Maluku masih terjebak dalam paradoks kaya sumber daya, tapi miskin kesejahteraan.

Politisi Gerindra ini pun mendorong untuk mewujudkan Maluku yang berkelanjutan, pemerintah provinsi dalam hal ini perlu mengatasi tantangan struktural dengan pendekatan yang lebih inklusif dan kontekstual.

Maluku, kata Kolatlena, dengan lautnya yang kaya ikan, hutan yang melimpah, dan potensi pertambangan yang menjanjikan, seharusnya menjadi salah satu provinsi paling sejahtera di Indonesia.

Namun, kenyataannya, Provinsi seribu pulau itu masih bergulat dengan kemiskinan, infrastruktur terbatas, dan kesenjangan sosial.

Menurut Kolatlena, frasa “Maluku tidak boleh lagi menjadi provinsi yang kaya sumber daya namun miskin kesejahteraan” bukan sekadar slogan, melainkan panggilan mendesak untuk mengubah paradigma pembangunan.

“Saya berpendapat bahwa untuk mengakhiri paradoks ini pemerintah Maluku, bersama pemerintah pusat harus memprioritaskan pemerataan akses, pemberdayaan masyarakat lokal, dan pengelolaan sumber daya yang berkeadilan,” tandas Alimudin, Minggu 11 Mei 2025.

BACA JUGA:  Mukhtarudin Dorong Percepatan IEU-CEPA dalam Kunjungan Presiden Prabowo ke Brussels

Mantan Anggota DPRD Provinsi Maluku ini menilai pemerataan akses adalah kunci. Mengingat, Maluku memiliki ribuan pulau, tetapi banyak di antaranya masih terisolasi karena minimnya infrastruktur transportasi dan komunikasi.

Kata Kolatlena, proyek Maluku Integrated Port yang sedang digagas sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) adalah langkah awal yang baik.

Artinya, Kolatlena bilang pemerintah harus memastikan bahwa konektivitas ini menjangkau pulau-pulau kecil, bukan hanya kota-kota besar seperti Ambon.

“Misalnya, nelayan di Maluku Tenggara Barat harus bisa mengangkut rumput laut atau ikan ke pasar regional tanpa biaya transportasi yang membebani,” imbuh Kolatlena.

Selain itu, Kolatlena berharap akses ke pendidikan dan kesehatan harus diperluas. Sekolah dan puskesmas di pulau-pulau terpencil sering kekurangan tenaga pengajar dan medis, yang memperburuk tingkat kemiskinan dan kesehatan masyarakat.

Maluku dinilai dengan kekayaan laut, darat, dan budayanya, seharusnya tidak lagi terjebak dalam status provinsi termiskin. Visi “Sapta Cita Lawamena” yang diusung Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa dan Wakil Gubernur Abdullah Vanath untuk periode 2025–2030 adalah cetak biru untuk mengubah wajah Maluku menuju kemajuan, keadilan, dan kesejahteraan.

Kolatlena mengatakan keberhasilan Sapta Cita ini bergantung pada implementasi yang inklusif, sinergi lintas sektor, dan keterlibatan masyarakat lokal untuk memastikan Maluku tidak lagi kaya sumber daya namun miskin kesejahteraan.

BACA JUGA:  Syauqie Serap Aspirasi Petani Kalteng, Komit Dukung Infrastruktur Ketahanan Pangan

Kolatlena sangat optimistis bahwa Sapta Cita Lawamena bisa menjadi tonggak transformasi Maluku, asalkan dijalankan dengan komitmen yang kuat dan pengawasan yang ketat.

“Saya kira dengan memanfaatkan kekayaan alam secara etis, memperkuat konektivitas, dan memberdayakan SDM lokal, Maluku dapat memutus rantai kemiskinan dan bangkit sebagai provinsi yang benar-benar maju, adil, dan sejahtera,” ujarnya.

Dirinya percaya Maluku bisa lepas dari jerat kemiskinan dengan memanfaatkan kekayaan alamnya secara bijak.

Namun, Kolatlena menggaris bawahi hal ini membutuhkan keberanian untuk mengubah pola lama dari eksploitasi sumber daya tanpa pemerataan menjadi pembangunan yang inklusif.

“Saatnya Maluku bangkit, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi sebagai inspirasi bagi Indonesia. Sapta Cita bukan hanya visi pemerintah, tetapi panggilan kolektif bagi seluruh “orang basudara” untuk membangun Maluku yang lebih baik. Mari dukung dan wujudkan Bersama,” pungkas Alimudin Kolatlena.

(Adista)