SAMPIT – Tokoh masyarakat di Desa Pantai Harapan, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menyangkal tudingan adanya penggusuran Dukuh Lubuk Bakah Sungai Bengkuang di Desa Pantai Harapan oleh BGA.
Muhammad Nasir mantan Sekretaris Desa Pantai Harapan yang juga merupakan aparatur kecamatan turut mempertanyakan klaim lahan oknum masyarakat yang menyebutkan adanya penggusuran Dukuh oleh PT WNL anak perusahaan BGA Grup tersebut.
Nasir saat di lokasi menyebut klaim lahan ini dilakukan atas dasar adanya SK Dukuh Lubuk Bakah, di sisi lain di wilayah Pantai Harapan ada banyak dukuh dan ada yang lebih besar dari Lubuk Bakah justru tidak memiliki SK.
“Anehnya kenapa Lubuk Bakah ada SK, apakah ini direkayasa atau minta SK ke Camat, ayahanda kami kades saat itu tidak tahu, kami tanya ke tokoh-tokoh termasuk Pak Syahril tidak tahu juga,” katanya.
Nasir juga mengatakan secara tegas tidak ada penggusuran, perusahaan masuk di Pantai Harapan sejak 1997, dan saat itu masyarakat sudah banyak meninggalkan lokasi itu.
“Yang terakhir keluar dukuh ada satu orang yakni tahun 1998, artinya masyarakat sudah bubar semuanya, termasuk warga dukuh lain, mereka bubar sendiri, bukan bubar karena perusahaan masuk,” tukasnya.
Ia juga mengatakan, Lubuk Bakah masuk dalam wilayah Pantai Harapan dan berbatasan Sungai Bengkuang dengan Desa Pundu.
Di mana Lubuk Bakah kala itu ditempati oleh warga di luar Desa Pantai Harapan, seperti warga Pundu, Baninan, Patai dan warga desa lain.
“Saat itu mereka kembali ke desanya masing-masing ketika meninggalkan lokasi ini,” tegasnya.
Ia juga mengatakan saat proses cek lapangan dirinya memang dilibatkan, bersama dinas dari provinsi, pihak desa dan pihak yang mengklaim.
Saat itu kata dia justru mereka dibawa menuju ke beberapa titik, padahal fakta yang ada Lubuk Bakah hanya ada di satu titik. Termasuk areal yang berada diluar Lubuk Bakah turut dititik dan kemudian membuat berita acara sepihak tanpa mendengarkan keterangan dari pihak lainnya.
“Semua digiring mengikuti keinginan mereka. Buat berita acara kami diajak, karena kami tidak diajak cek lahan makanya tidak mau tanda tangan berita acara. Isinya berdasarkan kemauan mereka dan tidak sesuai, baik secara teknis atau fakta,” tegasnya.
Abdul Rasyid, kepala Desa Pantai Harapan juga mengatakan demikian, Lubuk Bakah masuk wilayah Desa Pantai Harapan, secara administrasi mulai dari kepala desa sebelumnya hingga kini Lubuk Bakah tidak pernah tercatat dalam SK.
Ia juga mengatakan Lubuk Bakah keberadaannya memang diakui oleh seluruh masyarakat Pantai Harapan, selama ini tidak pernah mencuat adanya penggusuran itu.
“Kalau di sini jangankan menggusur, ada klaim lahan 1 atau 2 hektar saja kita tahu dan pasti ribut,” tegasnya.
Ia juga menyangkal di lokasi Lubuk Bakah ada sekolah karena selama ini tidak ada tercatat di desa mereka soal aset itu.
Abdul Rasyid mengatakan mereka dari pemerintah desa bukan tidak mendukung masyarakat, karena proses klaim yang dilakukan banyak yang tidak sesuai.
Karena titik lokasi yang mereka ambil sepanjang Sungai Bengkuang, dan itu masuk di areal wilayah lain atau di luar Lubuk Bakah.
“Sebenarnya kita netral, tidak bela siapa siapa, tapi kita tidak mau ikuti yang tidak sesuai. Meski masyarakat kalau mengada-ngada kita tidak bisa ikuti. Kita tidak ingin salahi aturan. Banyak juga warga yang dulu tempat bermain di sini (Lubuk Bakah) saat kita tanya tidak membenarkan apa yang mereka lakukan (klaim),” tegasnya.
Syahril tokoh masyarakat desa setempat mengatakan warga menempati Lubuk Bakah sejak tahun 1975, mereka yang ada di situ berladang berpindah-pindah
“Sejak tahun 1980 warga sudah meninggalkan tempat ini. Saya tahu karena saya sering lewat di sini, saat mengantar sayur ke Pundu,” tegasnya.
Lubuk Bakah hanya ada di satu titik, sementara yang dititik ada enam titik. Batas Pantai harapan dengan Pundu Sungai Bengkuang.
“Mereka menuduh PT Windu menggusur tidak benar. Karena sebelum BGA masuk mereka sudah pindah, ada paman saya, mertua keponakan saya, dan keluarga saya penduduk sini (Lubuk Bakah),” tegasnya.
Ia juga menceritakan karena Lubuk Bakah masuk wilayah Desa Pantai Harapan dari itu oleh Desa Pundu diserahkan ke Pantai Harapan.
Di Lubuk Bakah kala itu hanya ditempati sekitar 10 orang warga saja, usai ditinggalkan dan saat krisis moneter mereka yang menempati Lubuk Bakah menjual lahan itu.
“Tanah ini dulu (Lubuk Bakah) dibeli oleh kakak saya almarhum Syahminan, kemudian dijual ke Mahuldi, dan dijual lagi ke Bunter hingga terakhir dijual kepada Hendra dan oleh Hendra ini ditanami sawit,” katanya yang diamini oleh Hendra yang juga ada di lokasi.
Lahan kini dikuasai oleh Hendra dan dikelola tanaman kelapa sawit, dan saat di lokasi itu mereka menunjukkan tidak ada lahan dari BGA di lokasi itu.
“Sementara itu rangka pondok yang mereka dokumentasikan menyebut itu bekas pondok warga dulu yang menempati Lubuk Bakah itu tidak benar, ini rangka pondok yang dibangun oleh Hendra,” tandasnya. (BS-1)