JAKARTA– Sekretaris Fraksi Golkar DPR RI Mukhtarudin optimistis kebijakan peta jalan atau road map di sektor energi guna mencapai target emisi nol persen (net zero emission) pada tahun 2060 terwujud.
“Saya kira untuk mencapai target tersebut kita harus bisa memanfaatkan sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) dan melakukan langkah konservasi energi dalam negeri,” tutur Mukhtarudin, Sabtu 7 Desember 2024.
Fraksi Golkar DPR RI pun selalu mendorong kebijakan yang telah dirancang pemerintahan sebelumnya dalam mencapai NZE melalui peta jalan tersebut dapat dikembangkan.
“Artinya, emisi karbon (CO2) yang harus dikurangi mencapai 93%. Sehingga kita dapat mencapai target NZE tahun 2060 mendatang,” beber Mukhtarudin.
Untuk itu, politisi Daerah Pemilihan Kalimantan Tengah ini mendorong langkah-langkah strategis yang harus dilakukan pemerintahan Prabowo-Gibran yakni dapat mengoptimalkan pemanfaatan EBT dalam memenuhi kebutuhan listrik tanah air.
Sehingga, lanjut Mukhtarudin, komitmen untuk mengurangi emisi hingga 29 persen pada 2030 dan 41 persen sesuai dengan skenario mitigasi juga dapat terwujud.
Mengingat, Mukhtarudin berujar dalam pembaruan Rancangan Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) untuk mencapai net zero emission pada 2060, sementara puncak emisi karbon di Indonesia pada 2035.
“Maka tahun 2060 Fraksi Golkar berharap bauran energi primer EBT ditargetkan dapat mencapai 70-72% dapat tercapai,” pungkas Mukhtarudin.
Bahlil Pastikan RI Capai NZE
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa Indonesia memakai cara sendiri sesuai kapabilitas industri dalam negeri, dalam proses menuju nol emisi karbon (net zero emissions/NZE) dan transisi energi.
Ketum Golkar ini mengatakan pemerintah setuju dengan agenda dunia untuk mewujudkan nol emisi karbon. Namun selama teknologi penerapan proses transisi masih mahal, dan ekonomi dalam negeri belum kuat, Indonesia akan mengedepankan kepentingan domestik.
“Kita setuju dengan global net zero emission, menurunkan emisi rumah kaca, dan program kita adalah 2060 harus kita mencapai net zero emission. Tetapi selama teknologinya masih mahal, dan ekonomi kita belum kuat, kita harus menyesuaikan diri dengan kondisi kita,” kata Bahlil.
Bahlil menyatakan pemerintah Indonesia akan menetapkan proses transisi energi dan nol emisi karbon berdasarkan batas kemampuan (baseline) sendiri, bukan mengikuti baseline negara-negara maju.
Oleh karena itu, hingga saat ini Bahlil menganggap sektor batu bara masih menjadi energi yang kompetitif, murah, dan bisa menghasilkan produk yang menguntungkan ekonomi Indonesia.
“Perlahan-lahan kita akan masuk pada energi baru terbarukan, tetapi batu bara, sampai dengan hari ini kami masih menganggap sebagai salah satu energi yang cukup kompetitif, murah, dan bisa menghasilkan biaya yang kompetitif untuk menghasilkan produk,” ujar Bahlil.
Indonesia memiliki potensi pengembangan bauran EBT mencapai 3.687 gigawatt, potensi ini terdiri atas pengembangan tenaga air (hidro) sebesar 95 gigawatt, tenaga surya 3.294 gigawatt, bioenergi 57 gigawatt, panas bumi (geotermal) 23 gigawatt, energi bayu atau angin 155 gigawatt, serta potensi elektrifikasi dari laut mencapai 63 gigawatt.
Selain itu, pemerintah telah menetapkan target pengurangan gas rumah kaca (GRK) sesuai Enhanced-Nationally Determined Contribution (E-NDC) yakni sebanyak 912 juta ton CO2 pada 2030 mendatang.
(adista)