LAMANDAU – Gelombang keprihatinan terhadap maraknya kasus kekerasan seksual pada anak di bawah umur menggugah reaksi tegas dari Wakil Ketua I DPRD Lamandau, Lingga Pebriani. Ia mengecam keras kejadian-kejadian memilukan tersebut dan menyerukan aksi nyata dari semua pihak.
“Kami mendorong instansi teknis agar lebih aktif melakukan pencegahan melalui edukasi dan perlindungan terhadap perempuan dan anak. Jangan sampai kasus-kasus serupa terus berulang,” kata Lingga, Selasa 23 Juli 2025.
Menurut Lingga, selain edukasi, pendampingan psikologis juga sangat penting agar korban bisa kembali menjalani aktivitas normal, termasuk sekolah.
“Korban perlu mendapatkan pendampingan dari psikolog atau dokter agar traumanya bisa diurai dan tidak mengganggu proses tumbuh kembang mereka,” tambahnya.
Lingga mencatat bahwa dalam tiga tahun terakhir, tren kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Lamandau masih fluktuatif. Pada 2022 terdapat 13 kasus, naik menjadi 21 kasus pada 2023, lalu turun menjadi 16 kasus pada 2024.
“Kasus persetubuhan terhadap anak masih mendominasi laporan kekerasan seksual dalam tiga tahun terakhir,” ungkapnya.
Sementara itu, pihak Polres Lamandau Kasat Reskrim Djhon Jibul melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) mengungkapkan, sejauh ini mereka menangani 10 kasus persetubuhan anak, 2 kasus pencabulan, 2 kekerasan fisik, dan 2 percobaan pemerkosaan.
Polisi menyebut, faktor penyebab utama berasal dari pengaruh minuman keras dan penyalahgunaan media sosial. Oleh karena itu, keterlibatan tokoh masyarakat dalam upaya pencegahan sangat diperlukan.
“Kami terbuka untuk kolaborasi bersama tokoh masyarakat dalam upaya perlindungan anak,” ujar salah satu petugas PPA.
Lingga pun berharap kolaborasi antara pemerintah, aparat penegak hukum, tokoh masyarakat, dan warga bisa memperkuat sistem perlindungan anak.
“Ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga soal moral dan kemanusiaan. Anak-anak adalah masa depan kita,” tutupnya.
(Andre)