48 Tokoh Masyarakat Minta Camat Kotabesi Diganti

    48 Tokoh Masyarakat Minta Camat Kotabesi Diganti

    SAMPIT – Sedikitnya 48 tokoh masyarakat Kecamatan Kotabesi, melayangkan surat mosi tidak percaya atau surat pengaduan kepada Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur yang ditunjukan langsung kepada Bupati Kotim, H Supian Hadi. Masyarakat menginginkan agar Camat Kota Besi, Darini bisa diganti secepatnya, karena dinilai arogan dalam memimpin di kecamatan tersebut.

    Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kecamatan Kotabesi Darmawi mengatakan, masyarakat Kotabesi kesal dengan ulah camat yang dinilai tidak peka dalam merespons keluhan masyarakat, terutama mengenai permohonan surat menyurat dari warga.

    “Coba bayangkan, ada warga yang membuat surat rujukan hendak berobat ke rumah sakit, tetapi kata camat tidak boleh diwakilkan dan harus ditandatangani olehnya. Apa menunggu masyarakat mati dulu baru ada rekomendasi,” katanya.

    Sementara Heri, tokoh masyarakat setempat juga meminta Bupati Supian Hadi segera mengganti Darini. Penggantian ini juga bertujuan agar pemerintahan kecamatan berjalan normal sehingga bisa melayani masyarakat dengan cepat dan sigap tanpa menunggu rekomendasi dari camat.

    “Kami sudah cukup bersabar. Seharusnya pelayanan masyarakat harus diutamakan,” ucapnya.
    Untuk diketahui, sedikitnya ada sebanyak 48 tokoh masyarakat setempat,  yang menandatangani surat permohonan penggantian camat ke Bupati Kotim Supian Hadi, yakni dari Ketua RT, RW, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan kepala desa.

    Beberapa poin yang tercantum dalam surat tersebut yakni pertama, masyarakat Kota Besi sangat sulit berkoordinasi dan komunikasi degan camat, karena segala usulan dan masukan dari masyarakat tidak pernah ada respon yang baik.
    Kedua, mereka kecewa tentang pelayanan yang berkaitan dengan urusan pemerintahan yang sering terlambat disebabkan harus menunggu camat yang sering keluar daerah, sementara

    Sekcam dan Kasi yang berkaitan, tidak diberikan kewenangan untuk menandatangani surat-surat yang diperlukan masyarakat meski itu sifatnya mendesak.
    Ketiga, segala kebijakan yang diambil tidak melalui musyawarah. Keempat, secara pribadi, yang bersangkutan tidak menunjukkan sikap dan etika layaknya seorang pejabat.

    Kelima, di dalam kesempatan musrenbang kelurahan yang dilaksanakan di desa/kelurahan, terjadi miskomunikasi tentang arah dan pembinaan desa. Pernah dalam suatu acara, camat tersebut mengundang secara resmi para RT, RW dan tokoh masyarakat kecamatan setempat untuk hadir, akan tetapi tetapi justru sebagai pengundang, tidak berada pada acara dimaksud, sehingga seluruh undangan yang hadir kecewa, lalu membubarkan diri. (raf/260315/beritasampit.com)