SAMPIT – Parlin Silitonga Penasehat Hukum (PH) AA tersangka kasus penganiayaan Ansyori Muslim hingga meninggal dunia buka suara usai kliennya kini mendekam di jeruji besi Mapolsek Ketapang.
Menurut Parlin, penyidik dalam kasus ini harus objektif dan harus melihat dari berbagai sisi untuk pertimbangan, karena menurutnya keterangan GJ alias Ac yang berstatus sebagai saksi berbeda.
Bahkan diketahui bahwa Ac jika dilihat dari jejak kriminalnya, Parlin menyebutnya adalah residivis dengan kasus yang sama. Bahkan berdasarkan informasi yang didapat bahwa AC juga pernah melakukan pembunuhan waktu masih berumur 13 tahun, sehingga itu menguatkan potensi keterlibatannya dalam menganiaya korban.
Parlin juga membeberkan keterangan pada BAP keluarga, korban dipaksa naik kendaraan oleh Ac, sehingga menurutnya penyidik juga harus menahan Ac dengan mendalami Pasal 56 dan Pasal 333 Ayat 3 tentang menahan kebebasan orang lain yang menyebabkan kematian.
“Sebab almarhum berada dalam penguasaan Ac dan kawan-kawannya sampai akhirnya meninggal, sehingga ini merupakan suatu pembiaran dan ada kesengajaan agar korban tidak mendapatkan rawatan kesehatan,” tegasnya.
Dirinya meminta dan menyebut hal itu harus jadi pertimbangan bahwa pekerjaan Ac sebagai tukang pukul seharusnya juga dasar bahwa ia sudah berpengalaman dalam melakukan hal ini.
“Seharusnya latar belakang kejadian ini mengenai hasil penjualan narkoba juga harus digali kepada dan diperoleh dari siapa, serta Ac disuruh siapa untuk melakukan penagihan kepada korban, karena Ac lebih punya motif untuk melakukan penganiayaan. Peran mereka masing-masing ini juga harus dibuka agar peristiwa ini terang benderang,” tegasnya lagi.
Parlin menceritakan bahwa korban dibawa ke rumah tersangka agar meminta perlindungan keluarga tersangka, karena orang tua tersangka adalah aparat sehingga dianggap bisa memberikan pertolongan.
“Korban saat sampai di lokasi kejadian itu terlihat ketakutan, korban diantar oleh Ac dan satu orang lagi temannya, korban sepertinya takut untuk mengatakan meminta pertolongan namun ada kode mata,” sebut Parlin di Sampit, Selasa 14 Januri 2025.
“Menurut kami Ac yang melakukan penganiayaan dan disaksikan kawan-kawannya itu di luar rumah tersangka saat ini yaitu klien kami,” bebernya.
Seminggu sebelum kejadian kata Parlin bahwa korban mendatangi rumah tersangka dan bercerita bahwa ingin kabur, namun setelah ditanya apa masalahnya korban tidak mau terbuka.
Bahkan dalam hasil tracking yang mereka dapatkan, kliennya yaitu tersangka tidak ada berkomunikasi dengan korban bahkan dengan Ac.
Menurutnya saat malam kejadian itu, ibu tersangka mendengar suara keributan di depan rumahnya, karena pintunya digedor lalu ibu tersangka keluar rumah dan melihat bahwa korban telah berlumur darah bersama Ac dan teman-temannya.
Setelah ibu tersangka keluar, disusul saudara tersangka dan setelah itu tersangka sendiri baru keluar dan melihat korban dalam keadaan lemas bersama teman-temannya.
“Saat itu ibu tersangka bertanya kepada korban, apa yang terjadi dan korban meminta tolong sehingga diberikan pertolongan, dugaan kami yang menganiaya itu adalah Ac dan temannya,” tegas Parlin.
Saat itu menyusul seorang teman korban dan tersangka yang kini berstatus sebagai saksi yaitu Rn bersama temannya berinisial Ib.
“Saat itu Rn datang bersama petugas dan petugas itu mendokumentasikan di lokasi kejadian, mestinya jika ada petugas di lokasi harus segera mengamankan,” ucapnya.
Dirinya menjelaskan bahwa dalam hal ini tidak mungkin kliennya yang melakukan penganiayaan karena jika dilihat dari posturnya tersangka sangat besar dan susah berdiri.
“Bahkan untuk duduk dan berdiri saja tersangka ini susah, ada fakta juga bahwa Ac dan temannya berjumlah empat orang saat ke rumah tersangka bersama korban itu membawa senjata tajam karena alasan takut,” sebutnya.
Dirinya menegaskan bahwa kliennya tidak menyentuh korban sama sekali, yang menyentuh korban kata Parlin adalah ibu tersangka karena menolong korban.
“Kami yakin, apabila ada satu orang lagi yang menjadi tersangka maka dia akan nyanyi,” demikiannya.
(Jimmy)